Carbon Tax
Dalam era modern yang terus berkembang, tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah perubahan iklim yang dipicu oleh emisi gas rumah kaca. Fenomena ini tidak hanya mengancam ekosistem bumi, tetapi juga keberlangsungan hidup manusia dan ekonomi global. Sebagai upaya menanggapi ancaman ini, penerapan pajak karbon muncul sebagai langkah nyata dalam memerangi perubahan iklim. Pajak karbon menjadi sorotan utama dalam kebijakan lingkungan global, dirancang dengan tujuan mengurangi emisi karbon dan merangsang transisi menuju energi bersih yang berkelanjutan.
Latar belakang implementasi pajak karbon dapat dilihat melalui pemahaman terhadap gambaran global yang semakin mengkhawatirkan mengenai perubahan iklim. Peningkatan terhadap emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida dan metana, telah menyebabkan dampak serius pada lingkungan, termasuk pemanasan global, pola cuaca yang ekstrem, dan ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem. Akar dari emisi ini terletak pada aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan proses industri. Implementasi pajak karbon dapat dipandang sebagai respons terhadap eskalasi perubahan iklim yang mengancam kelangsungan hidup planet ini.
Urgensi penerapan pajak karbon semakin meningkat sejalan dengan dampak perubahan iklim yang semakin terasa secara global. Kejadian cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, dan badai yang intens, menjadi bukti nyata akan perlunya penanganan segera terhadap perubahan iklim. Selain itu, kebutuhan mendesak untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama juga mendorong perlunya langkah konkret. Pajak karbon menjadi alat yang efektif untuk mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca, memacu inovasi dalam teknologi bersih, dan menciptakan insentif ekonomi bagi transisi menuju energi yang ramah lingkungan.
Tujuan utama dari implementasi pajak karbon adalah secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan membebankan pajak pada kegiatan yang menghasilkan emisi, pemerintah bertujuan untuk mengubah perilaku industri dan masyarakat menuju praktik yang lebih berkelanjutan. Pajak karbon juga dirancang untuk merangsang investasi dalam teknologi hijau, energi terbarukan, dan efisiensi energi. Selain itu, tujuan pajak karbon melibatkan pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang ramah lingkungan.
KONSEP EMISI KARBON
Emisi karbon merupakan emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya per periode tertentu yang diukur dengan satuan ton-setara- CO2(tCO2e) atau kg-setara-CO2 (kgCO2e) Lestari, (2019). Menurut (Hakim iqbal, 2019) ada berbagai bentuk gas rumah kaca, yaitu Carbon dioxide (CO2), Methane (CH4), Nitrous oxide(N2O), Hydroflouroc arbons (HFCs), Perflurocarbo ns (PFCs), dan Sulfur hexafluoride (SF6). Keenam jenis Gas Rumah Kaca (GRK) memiliki potensi penyebab pemanasan global yang berbeda-beda (Wiratno & Muaziz, 2020). Karbon dioksida memiliki potensi penyebab pemanasan gobal terendah diantara keenam jenis gas, meskipun konsentrasinya paling tinggi di atmosfer. Menurut (Shidarta, 2019) walaupun potensinya yang terendah, angka acuan untuk indeks daya penyebab pemanasan global yang disebut Global Warming Potential (GWP) untuk karbon dioksida adalah 1 gas metana mempunyai GWP sebesar 21 yang berarti 1 ton metana mempunyai potensi menyebabkan pemanasan global 21 kali lebih tinggi daripada 1 ton karbon dioksida. Hal tersebut menunjukan bahwa untuk mengurangi emisi gas metana sebanyak 1 ton setara dengan mengurangi emisi karbon dioksida sebanyak 21 ton (Fatkhudin, 2017).
KONSEP CARBON TAX
Carbon tax merupakan jenis pajak atas polusi yang dikenakan pada penggunaan bahan bakar fosil untuk memperbaiki kegagalan pasar (Baranzini & Carattini, 2017). Kegagalan utama pasar pada produk bahan bakar fosil adalah timbulnya eksternalitas negatif seperti perubahan iklim dan polusi udara. Tidak adanya carbon tax, konsumen tidak menanggung biaya penuh atas penggunaan produk, yang merupakan jumlah dari produksi, biaya distribusi dan biaya sosial seperti kerugian ekonomi dari perubahan iklim dan polusi udara. Secara teori menurut (Zhou et al., 2021) dan (Fremstad & Paul, 2019) peningkatan biaya akibat pengenaan pajak akan menurunkan permintaan atas bahan bakar fosil. Adanya alasan tersebut, apabila tidak ada carbon tax akan mengarah pada konsumsi bahan bakar yang berlebihan, dan carbon tax bertujuan mengoreksi kegagalan pasar tersebut dengan memasukkan biaya sosial atas eksternalitas negatif yang timbul ke dalam harga jual bahan bakar.
Kebijakan carbon tax menurut (Nar, 2021) memiliki tiga kelebihan utama dibanding kebijakan yang lain dalam mengendalikan emisi gas rumah kaca. Pertama, carbon tax adalah kebijakan ekonomi yang luas dan dapat memotong emisi dari setiap sumber utama, sementara kebijakan lain cenderung menargetkan emisi dari sumber tertentu, seperti listrik, pemanas, atau transportasi. Carbon tax dapat diberlakukan untuk semua jenis bahan bakar fosil, sehingga mencakup semua sumber emisi utama. Kedua, carbon tax menyediakan sinyal harga yang jelas untuk perusahaan dan rumah tangga, yang memungkinkan mereka untuk membuat pembelian dan keputusan investasi yang lebih baik. Oleh karena itu, carbon tax dapat memaksimalkan efeknya pada perilaku konsumen dengan menunjukkan sinyal harga yang jelas.
Carbon tax juga dapat membawa manfaat ekonomi. Menurut (Hájek et al., 2019) dan (Geroe, 2019) salah satu manfaat berasal dari menghilangkan eksternalitas negatif bahan bakar fosil. Biaya privat marjinal tidak termasuk eksternalitas negatif karena dengan tidak adanya pajak, biaya privat marjinal lebih rendah dari biaya sosial marginal. Dalam posisi ini, keseimbangan biaya privat marjinal dan permintaan berada pada titik optimal bagi individu tetapi belum berada pada titik optimal bagi masyarakat. Hal ini menyebabkan timbulnya welfare loss akibat kelebihan konsumsi bahan bakar fosil, atau yang sering disebut sebagai deathweight loss. Jika pendapatan dari carbon tax didistribusikan secara optimal, maka carbon tax akan benar-benar dapat menghilangkan welfare loss dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Hal itu berarti manfaat lain carbon tax muncul ketika pendapatan dari carbon tax digunakan untuk mengimbangi pendapatan pajak lainnya.
Pada prinsipnya, pajak seperti pajak penghasilan dan pajak komoditi mendistorsi pasar dan mengurangi kesejahteraan sosial ketika mereka dibebankan pada semua barang. Adanya pajak akan menggeser keseimbangan dari yang titik optimal, sehingga mengakibatkan hilangnya kesejahteraan. Atas hal tersebut carbon tax dapat mencegah hilangnya kesejahteraan jika pendapatan dari carbon tax digunakan untuk mengimbangi pajak lainnya. Dengan cara ini, carbon tax dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dengan menghilangkan welfare loss dari polusi (perubahan iklim) dan mengimbangi pajak lainnya yang menimbulkan welfare loss. Manfaat ini sering disebut sebagai “dividen ganda” dan merupakan atribut penting dari carbon tax (Metcalf, 2021).
DESAIN CARBON TAX
Carbon tax memiliki potensi untuk mengubah perilaku rumah tangga dan industri untuk menurunkan penggunaan energi yang tinggi emisi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam membuat desain carbon tax ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu terkait dasar pajak, tarif pajak, distribusi pendapatan, dampak pada konsumen dan menurunkan penurunan emasi (Hammerle et al., 2021). OECD (2001) dalam Enviromental Taxation a Guide for Policy Makers memberikan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan para pengambil keputusan dalam mendesain perpajakan lingkungan. 5 Poin penting yang perlu diperhatikan pertama adalah dasar pengenaan pajak lingkungan harus ditujukan kepada polutan atau perilaku polusi, ke dua yaitu uang lingkup pajak lingkungan idealnya harus seluas lingkup kerusakan lingkungan, ke tiga yaitu tarif pajak harus sepadan dengan kerusakan lingkungan dan yang terakhir yaitu pajak harus dapat dipercaya dan tarifnya dapat diprediksi sehingga memotivasi perbaikan lingkungan. Pendapatan dari pajak lingkungan dapat membantu konsolidasi fiskal atau membantu mengurangi pajak yang lainnya.
REGULASI TAX CARBON DI INDONESIA
Regulasi pajak karbon di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021. Undang-Undang ini menetapkan pengenaan pajak karbon sebagai salah satu alat kebijakan untuk mengurangi emisi GRK. Jenis pajak ini merupakan pajak yang dikenakan pada perusahaan atau masyarakat atas pemakaian bahan bakar yang menghasilkan emisi GRK sesuai pada ayat 5 pasal 13. Pajak akan dikenakan apabila dalam pemakaian melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan dan kebijakan perdagangan karbon sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara global. Melalui kebijakan ini pun ditujukan untuk mencapai target negara Indonesia yang telah ditetapkan dalam NDC. Beberapa kebijakan pemerintah yang dikeluarkan untuk mengatur skema perdagangan karbon di Indonesia, antara lain:
- Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2021 Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Implementasi Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Mencapai Target Kontribusi Nasional dan Mengendalikan Emisi Gas Rumah Kaca dalam Konteks Pembangunan Nasional. Peraturan tersebut membahas mengenai prinsip, mekanisme, dan pedoman pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). NEK adalah bentuk nilai ekonomi yang diberikan kepada perusahaan atau masyarakat sebagai imbalan atas upaya mereka dalam mengurangi atau menyerap emisi Gas Rumah Kaca (GRK). NEK dapat berwujud dalam bentuk kredit karbon, pajak karbon, insentif fiskal, atau format lain yang ditetapkan oleh pemerintah
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Koordinasi Peraturan Pajak. Undang-Undang ini menetapkan pengenaan pajak karbon sebagai salah satu alat kebijakan untuk mengurangi emisi GRK. Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada perusahaan atau masyarakat atas pemakaian bahan bakar yang menghasilkan emisi GRK. Pajak akan dikenakan apabila dalam pemakaian melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah. Pajak karbon akan mulai diberlakukan pada tahun 2024 dengan tarif awal sebesar Rp75.000 per ton CO2 tarif ini dihitung berdasarkan tarif Rp75.000 per ton CO2 adalah tarif standar yang akan dikenakan saat pajak karbon mulai diberlakukan pada tahun 2024. Namun, jika harga karbon di pasar karbon turun di bawah Rp30,00 per kilogram CO2e, maka tarif pajak karbon akan tetap sebesar Rp30,00 per kilogram CO2e. . Lalu ke pajak karbon diperbaharui dalam SDSN Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Perpajakan Bab VI pasal 13 ayat 9 dimana “Dalam hal harga karbon di pasar karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) lebih rendah dari Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara dan penerapannya diundur dari tahun 2024 ke 2025
- Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2023 Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2023 tentang Peresmian Bursa Karbon Nasional. Keputusan ini mengatur peluncuran bursa karbon nasional, yang disebut IDX Carbon, yang merupakan bagian dari PT Bursa Efek Indonesia (BEI). IDX Carbon bertujuan untuk menciptakan pasar yang mendukung pendanaan upaya pengurangan emisi GRK di Indonesia, baik melalui skema domestik maupun internasional.
KAITAN DENGAN SUSTAINABILITY ACCOUNTING
Sustainability accounting merupakan istilah yang berkaitan dengan kebijakan untuk memasukkan elemen biaya lingkungan ke dalam praktik akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Dalam konteks emisi karbon, sustainability accounting memuat pengukuran dan pelaporan emisi karbon perusahaan sebagai bagian dari kinerja keberlanjutan mereka yang dituangkan dalam sustainability report. Sustainability report sendiri berisi berbagai pencapaian yang telah dilakukan perusahaan pada sektor ekonomi, sektor sosial, serta sektor lingkungan hidup (triple bottom line) sebagai wujud pemenuhan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dimiliki setiap perusahaan. Perusahaan sebagai salah satu pihak yang dianggap berperan besar dalam menghasilkan emisi karbon dituntut memahami pentingnya tindakan nyata terhadap aktivitas operasional yang berkelanjutan sebagai salah satu tuntutan masyarakat global saat ini. Dengan diterapkannya tax carbon diharapkan akan meminimalkan dampak negatif dari emisi karbon. Tax Carbon memberikan kepastian terkait biaya marginal, tetapi tidak menjamin tingkat maksimum pengurangan emisi. Akan tetapi, pajak karbon dapat digunakan untuk mencapai pengurangan biaya dalam emisi. Pengenaan pajak karbon sering dianggap sebagai dorongan signifikan bagi perusahaan untuk melakukan pengurangan emisi karbon mereka. Dengan adanya tax carbon, perusahaan terdorong secara finansial untuk mengurangi jumlah emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas operasional mereka. Hal ini menciptakan insentif yang kuat bagi perusahaan untuk beralih ke praktik bisnis yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dalam sustainability report, perusahaan dapat mencantumkan upaya mereka dalam mengurangi emisi karbon sebagai tanggapan terhadap kebijakan pajak karbon yang ada. Hal ini memperlihatkan komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan dan ketahanan terhadap perubahan regulasi serta menunjukkan transparansi dan akuntabilitas terhadap masalah lingkungan khususnya emisi karbon.
Maka dari itu, kaitan antara tax carbon dan sustainability accounting adalah tax carbon menjadi salah satu instrumen dalam praktek sustainability accounting. Dimana seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pendekatan ini mempertimbangkan dampak lingkungan dari aktivitas bisnis, termasuk emisi karbon, dalam penghitungan keuangan perusahaan. Dengan adanya pajak karbon, perusahaan diharapkan untuk mempertimbangkan biaya internal dari emisi karbon mereka dalam pengambilan keputusan bisnis mereka. Dengan demikian, perusahaan harus mempertimbangkan dampak lingkungan dari kegiatan mereka dalam laporan keuangan mereka, sehingga menciptakan keterkaitan antara tax carbon dan sustainability accounting. Secara keseluruhan, tax carbon dan sustainability accounting saling terkait karena keduanya bertujuan untuk mempromosikan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam aktivitas bisnis. Penerapan tax carbon dalam praktek akuntansi perusahaan adalah salah satu cara di mana aspek-aspek lingkungan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan keuangan dan operasional, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
DAMPAK EKONOMI
Dalam penjelasan UU HPP disebutkan bahwa Indonesia akan mulai menerapkan kebijakan pajak karbon secara bertahap mulai April 2022. Namun kebijakan pajak karbon tersebut dibatalkan dan penerapan kebijakan tersebut ditunda untuk kedua kalinya. Tak lama setelah kebijakan tersebut diumumkan ditunda hingga Juli 2022, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia saat ini, Airlangga Hartarto memberikan pernyataan bahwa pemerintah akan mulai mengimplementasikan penerapan pajak karbon mulai tahun 2025 mendatang. Menurut artikel, kebijakan pemerintah Indonesia merupakan saat yang tepat untuk menerapkan kebijakan tax carbon dikarenakan harga komoditas batu bara secara point on point telah mengalami kemerosotan yang signifikan hingga mencapai 56% dari sebelumnya berada di angka USD 390 per ton menjadi USD 173 per ton. Salah satu alasan juga mengapa kebijakan ini dianggap baik karena disbanding dengan batu bara yang merupakan penyumbang terbesar polusi yang menimbulkan karbon dioksida, sehingga dianggap bahwa seharusnya Indonesia memanfaatkan kesempatan selagi pasar karbon sedang turun dan tidak memiliki alasan untuk menunda penerapan tax carbon ini.
Sehubungan dengan sustainability, maka salah satu bahasan yang menjadi tren dalam beberapa waktu ini adalah bagaimana pengalihan dari energy fosil ke energy hijau yang lebih bersih. Hal ini juga berlaku dalam perekonomian, istilah yang sering dipakai adalah green economy. Green economy merupakan kegiatan ekonomi yang selain dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan akhir kegiatan ekonomi, juga diharapkan memberi dampak tercapainya keadilan, baik keadilan bagi masyarakat maupun lingkungan dan sumber daya alam itu sendiri. Salah satu kebijakan green economy yang bisa dipilih oleh Indonesia adalah memberlakukan tax carbon pada pemakaian bahan bakar fosil. Konsep dasar dari kebijakan tax carbon adalah untuk memberlakukan pajak atau beban fiskal terhadap emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi.
Salah satu penelitian di China menunjukkan bahwa pajak karbon merupakan langkah efektif untuk membangun perekonomian rendah karbon dan mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan data panel dari 29 provinsi dari tahun 1999 hingga 2008, Hasilnya adalah sebagai berikut: dampak pajak karbon terhadap pertumbuhan ekonomi di Tiongkok sangat bervariasi antar wilayah; pajak karbon dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di sebagian besar wilayah timur, sementara dapat menghambat beberapa provinsi di wilayah tengah dan barat
Karena perbedaan struktur ekonomi, konsumsi energi dan emisi karbon dioksida bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain di Tiongkok. Oleh karena itu, dampak pemberlakuan pajak karbon terhadap perekonomian lokal akan bervariasi. Daerah miskin yang kaya akan sumber daya alam menghasilkan produk-produk primer dan tinggi karbon. Oleh karena itu, pajak karbon akan secara langsung meningkatkan biaya produksi bagi bisnis lokal dan tidak akan mengarah pada pembangunan ekonomi. Namun, negara bagian di kawasan timur terlibat dalam pengolahan maju dan industri berteknologi tinggi dengan emisi karbon rendah. Oleh karena itu, pemberlakuan pajak CO2 akan berdampak kecil terhadap perekonomian.
Pajak karbon adalah “pedang bermata dua”, yang mempunyai dampak negatif yang besar terhadap pembangunan ekonomi wilayah Midwest dan tidak membantu pembangunan ekonomi regional Tiongkok. Jika ditangani dengan baik, hal ini dapat mendorong perkembangan ekonomi lokal. Hal ini akan mengharuskan pemerintah untuk menginvestasikan pendapatan pajak karbon baru di daerah-daerah tertinggal di wilayah tengah dan barat, memberikan dukungan yang signifikan kepada usaha-usaha lokal, dan memberikan dukungan kebijakan dan keuangan kepada usaha-usaha lokal yang rendah karbon. Pemerintah juga perlu meningkatkan investasi sumber daya manusia di wilayah tengah dan barat untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal. Dalam produksi, penting untuk menyediakan peralatan teknis yang diperlukan, memperluas rantai produksi, serta mengoptimalkan dan memperbaiki struktur industri.
Bagi Indonesia sendiri pembangunan ekonomi yang berkelanjutan adalah kegiatan ekonomi yang fokus pada kesejahteraan bersama. Menguntungkan bagi konsumen dan produsen namun juga tidak menimbulkan dampak buruk yang besar bagi lingkungan. Salah satu kelebihan dari carbon tax menyediakan sinyal harga yang jelas untuk perusahaan dan rumah tangga, yang memungkinkan mereka untuk membuat pembelian dan keputusan investasi yang lebih baik. Carbon tax dianggap memiliki potensi menaikkan pendapatan Pemerintah tergantung harga karbon yang ditetapkan.
MANFAAT TAX CARBON BAGI LINKUNGAN
Tax carbon memiliki tujuan utama untuk keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Emisi karbon memiliki dampak yang sangat signifikan pada lingkungan seperti peningkatan suhu dunia, cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut, dan kerusakan ekosistem. Namun, setiap tahunnya emisi karbon terus meningkat secara signifikan. Indonesia sebagai negara yang menempati posisi keenam penghasil emisi karbon terbesar di dunia, memiliki peranan yang sangat penting mengenai hal ini. Sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab Indonesia terhadap keberlanjutan lingkungan, Indonesia melalui Paris Agreement pada tahun 2016 telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon negara sebesar 29% pada tahun 2030. Hal ini dapat dicapai dengan penerapan tax carbon.
Pajak karbon memiliki peranan yang sangat signifikan bagi lingkungan karena dapat mendorong penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Penerapan tax carbon merupakan kebijakan yang paling efektif untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Dengan adanya pajak karbon, diharapkan perusahaan dan masyarakat akan lebih memilih untuk menggunakan sumber energi yang bersih, teknologi rendah karbon dan teknologi hijau. Hal ini dikarenakan semakin tinggi emisi karbon yang dihasilkan, maka pajak karbon yang dibayarkan akan semakin besar. Perusahaan memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga mengarahkan perusahaan untuk beralih dari kebijakan pengurangan emisi pasif menjadi pengurangan emisi aktif untuk menekan biaya tax carbon dengan menggunakan lebih banyak energi bersih dan terbarukan, meniggalkan penggunaan energi fosil.
Pajak karbon merupakan langkah paling efektif untuk menurunkan emisi karbon dari kendaraan dan transportasi yang memiliki peranan sebesar 60-70% pada pencemaran udara Indonesia. Dengan menurunkan angka pencemaran udara, dapat meningkatkan tingkat kualitas pertumbuhan tanaman, kesehatan hewan, mencegah penyakit pada manusia, mencegah kerusakan lingkungan akibat intensitas karbon yang tinggi pada udara. Contoh kasusnya adalah negara swedia. Pada negara swedia penerapan tax carbon secara signifikan menurunkan emisi karbon yang dihasilkan kendaraan. Swedia merupakan negara dengan Tax carbon tertinggi di dunia dan menerapkannya pada bahan bakar transportasi. Setelah penerapan kebijakannya, emisi karbon dari kendaraan menurun hampir 11 persen, dengan kontribusi terbesar disebabkan oleh pajak karbon saja, dibandingkan dengan unit kendali sintetis yang dibangun oleh negara-negara OECD lainnya dengan tingkat ekonomi yang sama.
Pendapatan dari pajak karbon dapat digunakan sebagai anggaran untuk kebijakan mengurangi emisi karbon dan melestarikan lingkungan dengan penerapan sistem perencanaan pengunaan pendapatan yang berfokus pada linkungan. Setiap negara memiliki tujuan dan perencanaan anggaran yang berbeda beda. Terdapat negara yang memutuskan untuk menggunakan setengah anggaran dari pajak karbon untuk kegiatan lingkungan, terdapat juga ada yang menggunakan semua pendapatannya. Semakin tinggi tax carbon, maka semakin tinggi pendapatan pajak yang dapat dianggarkan untuk keberlajutan dan kelestarian lingkungan, dengan mengalokasikan pendapatan pajak ke aktivitas seperti penanaman pohon, pembelian teknologi terbarukan, pemberian edukasi lingkunan ke masyarakat, dsb. Contoh penggunaan tax carbon yang baik adalah adalah kebijakan Perancis. Prancis mengalokasikan sebagian dari pendapatan pajak karbon (EUR 1,7 miliar) ke anggaran khusus yang berfokus ke transisi energi terbarukan dengan memberikan kompensasi dan insentif kepada penyedia listrik yang menggunakan energi terbarukan untuk menghasilkan listrik di Perancis. Hal ini mendorong perusahaan penyedia listrik yang merupakan sektor penyumbang emisi karbon terbesar untuk beralih menggunakan energi terbarukan, dan menurunkan emisi karbon secara signifikan.
DAMPAK SOSIAL
Tax Carbon diakui sebagai salah satu instrumen kebijakan energi yang paling penting di Sektor ekonomi dan keuangan. Penerapan pajak karbon membawa dampak sosial yang kompleks, Yang tergantung pada bagaimana kebijakan tersebut dirancang pada negara dan wilayah yang Menerapkannya. Terdapat aturan yang berbeda untuk pajak karbon di seluruh dunia, tetapi pajak Karbon umumnya berlaku untuk penjualan bahan bakar hulu pada tambang batu bara, gas alam, Dan sumur minyak. Konsumen utama bahan bakar, seperti layanan listrik, kilang minyak dan gas, Serta transportasi, menghadapi kenaikan biaya, yang akan mengalihkan biaya ke pelanggan Mereka, rumah tangga, dan bisnis sehingga beban berat ini akan diteruskan ke pelanggan hilir. Dengan kata lain, di lapisan terakhir konsumsi, konsumen akan membayar lebih mahal untuk Harga barang.Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah pengaruhnya terhadap ekonomi, di mana Pajak karbon dapat merubah perilaku konsumen dan produsen dengan meningkatkan biaya Terutama untuk bahan bakar, mendorong penggunaan energi terbarukan, tetapi juga dapat Memberatkan kelompok masyarakat yang bergantung pada bahan bakar tanpa adanya insentif Atau bantuan yang memadai untuk beralih ke alternatif yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, Perubahan dalam pasar tenaga kerja juga perlu dipertimbangkan karena pajak karbon dapat Mempengaruhi permintaan tenaga kerja di sektor-sektor yang terkait dengan energi, baik dengan Cara yang positif maupun negatif, tergantung pada langkah-langkah yang diambil pemerintah Dalam mengatasi konsekuensinya. Penerimaan publik juga memiliki peran penting, di mana Tingkat dukungan terhadap pajak karbon dapat meningkat jika dianggap sebagai langkah yang Efektif dalam melawan perubahan iklim dan jika dana yang terkumpul dari pajak tersebut Digunakan untuk kepentingan masyarakat. Pajak Karbon juga berdampak terhadap lingkungan Dan kesehatan karena pajak karbon dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan Polusi udara secara tidak langsung, dengan demikian memberikan manfaat jangka panjang dalam Hal peningkatan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta mitigasi perubahan iklim.Distribusi pendapatan dalam desain pajak karbon yang progresif atau alokasi hasil pajak Untuk mendukung program bantuan sosial dapat mengurangi kesenjangan. Estimasi pemerintah Dengan menggunakan data SUSENAS 2019 menunjukkan bahwa penyaluran dana sebesar 30% Dari pajak karbon kepada masyarakat berpenghasilan rendah akan meningkatkan kemampuan Ekonomi sebesar 0,5% dari penghasilan mereka. Hasil simulasi menunjukkan dengan tingkat pajak yang rendah, pemerintah dapat menanggulangi dampak sosial dari pajak karbon terhadap Masyarakat berpenghasilan rendah. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, pajak tersebut dapat Membebani kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah. Belum ada studi menyeluruh Mengenai dampak simultan dari penerapan pajak karbon terhadap pengurangan emisi dan Perubahan kesejahteraan, terutama di negara-negara yang telah menerapkan kebijakan tersebut. Sebagai contoh, di Finlandia, yang merupakan negara pertama yang menerapkan pajak karbon, Dan memperkenalkan paket pengalihan pajak karbon sebagai imbalan atas penurunan pendapatan Masyarakat dari pajak tersebut dengan mengurangi pajak pendapatan sebesar satu persen, Langkah ini hanya memberikan pengurangan dampak negatif yang terbatas terhadap Kesejahteraan masyarakat Finlandia. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Pajak karbon tetap menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat Finlandia.Beban pajak karbon bagi masyarakat dengan pendapatan rendah hingga menengah dapat Diatasi melalui beberapa strategi. Salah satunya adalah dengan menerapkan pajak progresif yang Lebih adil, membagi hasil pajak karbon secara merata kepada semua penduduk, dan merancang Sistem yang mendukung penggunaan energi yang lebih efisien bagi masyarakat berpenghasilan Rendah. Selain itu, pajak karbon juga dapat dialihkan ke sektor-sektor yang bertanggung jawab Atas polusi, memberikan insentif bagi masyarakat untuk mengurangi emisi CO2.