Kembali

Sebuah Seni Bersikap Bodo Amat

Novel yang berjudul Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat diawali dengan kisah nyata tentang seseorang yang bernama Charles Bukowski yang mempunyai masa lalu yang kelam, suka mabuk-mabukan, berjudi, mempermainkan wanita, tukang utang, kasar dan seorang penyair. Meski punya semua sifat buruk manusia Bukowski ingin jadi penulisdan tulisannya selalu gagal. Setelah 30 tahun hidup menyedihkan, seorang editor tertarik pada tua bangka 50 tahunan ini. Dan disitulah titik balik Bukowski. Dia berhasil mewujudkan impiannya menjadi penulis. Di balik kesuksesan bukowski, tidak merubah sifatnya, ia masih suka mabuk-mabukan, berjudi, mempermainkan wanita. Di batu nisannya tertulis “Jangan Berusaha”, dalam artian jangan berusaha mengubah karakter diri sendiri. Jangan berusaha berbohong atas segala proses, namun jujurlah seperti layaknya Bukowski yang tidak melupakan masa lalunya dan tidak berubah meskipun sudah menjadi terkenal.

              Selanjutnya pada novel ini  membahas tentang lingkaran setan. Ketika memedulikan banyak hal justru akan membuat kesehatan mental memburuk, bahkan sakit. Kesehatan mental yang demikian, karena terikat oleh segala sesuatu yang bersifat dangkal dan palsu. Hal ini merupakan penyakit. Penyakit tersebut akan membawa pada Lingkaran Setan, sehingga muncul rasa cemas dalam menjalani kehidupan, merasa khawatir tidak bisa melakukan apa saja yang menurut Anda benar, atau merasa bersalah, sedih, dan kesepian.

              Alasan inilah yang menyebabkan bersikap masa bodoh adalah kuncinya. Dengan bersikap masa bodoh Anda akan diajak untuk menerima keadaan tentang dunia yang menurut Anda tidak sesuai dengan harapan atau penuh dengan negatif. Masa bodoh bukan berarti acuh tak acuh, karena masa bodoh berarti nyaman saat menjadi berbeda.

                            Bab 2 menceritakan tentang kebahagian itu masalah. Dalam novel ini mengatakan bahwa  penderitaan adalah secara biologis penderitaan manfaat. Rasa sakit, dalam segala bentuk merupakan alat yang paling efektif dari tubuh kita mendorong suatu aksi. Kebahagiaan datangdari keberhasilan untuk memecahkan masalah. Jika kita berusaha untuk menghindari masalah akan membuat diri kita sengsara. Untuk menjadi bahagia, kita memerlukan sesuatu untuk dipecahkan.

              Bab 3 menceritakan diawali dengan kisah seorang Jimmy yang merupakan kenalan penulis. Menurut penulis, jimmy memiliki pribadi yang positif disetiap waktu. Akan tetapi, dibalik itu semua, Jimmy adalah seorang bajingan. Jimmy memang menghasilkan uang, akan tetapi dengan cara yang tidak jujur. Parahnya, bahwa jimmy meyakini omong kosongnya sendiri. Jimmy merasa dirinya istimewa karena mendapatkan hal-hall baik tanpa harus bekerja. Meyakinkan diri sebagai makhluk yang spesial, merupakan sebuah strategi yang gagal. Pengukuran yang benar mengenai penghargaann diri seseorang bukan bagaimana seseorang mersakan pengalaman positif, namun lebih pada bagaimana dia merasakan pengalaman negatif.

              Bab 4 membahas tentang nilai penderitaan. Ada sejumlah nilai umum yang menciptakan masalah yang sangat buruk bagi banyak orang, yang pertama adalah kenikmatan. Kenikmatan memang menyenangkan, akan tetapi kenikmatan juga adalah tuhan palsu. Penelitian menunjukkan kalau orang-orang yang memfokuskan energi mereka pada kenikmatan akan berakhir cemas. Berbicara mengenai kebahagiaan kenikmatan bukanlah sebab, melainkan akibat. Jika kita melakukan hal-hal yang benar, maka kenikmatan akan secara alami muncul sebagai hasilnya. Nilai yang kedua yaitu kesuksesan material. Ketika penilaian kita terhadap  kesuksesan material terlalu berlebihan akan sangat bahaya untuk meletakkan nilai ini diatas nilai lainnya (seperti kejujuran, kasih sayang, dan lain-lain). Ketika orang-orang mengukur diri tidak berdasarkan perilaku akan melainkan berdasarkan status, mereka merupakan orang yag dangkal. Nilai yang ketiga yaitu selalu benar. Faktanya jika seseorang mendasarkan penghargaan diri mereka pada ambisi untuk selalu benar, akan menghalangi diri mereka untuk bisa belajar dari kesalah itu sendiri. Nilai yang keempat yaitu bersikap positif. Terus menerus bersikap positif justru merupakan salah satu bentuk penghindaran dari masalah, bukan penyelesaian masalah. Karena menghindari masalah justru menuntun kita kepada suatu kondisi yang hampa.

              Bab 5 pada novel ini mengatakan bahwa kita tidak bisa selalu mengambil kendali terhadap apa yang terjadi pada kita, namun kita selalu bisa mengendalikan cara kita menafsirkan segala hal yang menimpa kita, dan cara kita merespons, cukup bertanggung jawab atas permasalahan kita jauh lebih penting, karena dari sanalah pembelajaran yang sesungguhnya berasal. Banyak orang tidak beranggung jawab atas permsalahan karena mereka percaya bahwa mengambil tanggung jawab terhadap suatu masalah sama dengan menjadi pihak yang akan disalahkan atas masalah. Tanggung jawab dan kesalahan sering berbarengan dalam budaya kita. Tetapi kedua hal itu tidak sama. Kita juga seharusnya tidak berlari dari masalah dan menyalahkan orang lain,  perbuatan seperti itu hanya akan melukai diri sendiri.

              Pada Bab 6 pada novel ini menegaskan bahwa ‘ Tidak ada dogma  yang benar, tidak ada ideologi yang sempurna, yang ada hanyalah pengalaman seseorang tergantung apakah itu positif atau negatif ‘. Banyak orang mampu bertanya pada diri sendiri apakah mereka keliru, namun hanya sedikit yang mampu melangkah lebih jauh dan mengetahui dengan benar apa artinya jika mereka keliru. Penting untuk diingat bahwa demi suatu perubahan di dalam hidup, kita harus pernah keliru akan sesuatu. Jika belum mampu menemukan kekeliruan tersebut dengan terus bertanya kepada diri anda, maka tidak ada yang akan berubah.

              Bab 7 mengisahkan tentang orang yang mengalami kegagalan. Novel ini juga mengatakan bahwa kegagalan merupakan sebuah konsep yang bersifat relatif. Keberadaannya tergantung pada ukuran yang kita pilih. Buku ini mengatakan besarnya kesuksesan yang kita dapatkan berasal dari berapa kali kita gagal dalam melakukan sesuatu, dan juga berapa kali kesalahan kecil yang terdapat dalam kehidupan kita. Kesuksesan yang diperoleh oleh orang lain itu karena ia telah mengalami kegagalan yang lebih banyak daripada diri kita. Hal ini sama dengan anak kecil yang terus berulang kali jatuh, bahkan melukai dirinya saat ia belajar berdiri, dan tidak sedikit pun anak itu akan berhenti dan berpikir bahwa berjalan bukan bidang atau keahliannya. Cukup dengan menggunakan ukuran ‘melakukan sesuatu’ dalam menilai kesuksesan, dan mengetahui kegagalan yang terjadi pada diri sendiri, itu akan mendorong kita untuk lebih maju.

              Pada Bab 8 mengatakan bahwa menghindari penolakan sering ditawarkan kepada kita sebagai jalan untuk membuat diri kita merasa lebih baik, tetapi menghindari penolakan memberi kenikmatan sesaat yang membuat kita tanpa kemudi dan tanpa arah dalam jangka panjang. Penolakan adalah keahlian hidup yang penting dan krusial. Tidak ada satu orang pun yang ingin terjebak dalam hubungan yang tidak membuat mereka bahagia Kejujuran menuntut sebagian diri kita untuk tetap merasa nyaman saat mengatakan dan mendengar kata “tidak”. Dengan cara ini, penolakan sesungguhnya membuat hubungan kita lebih baik dan kehidupan emosional kita lebih sehat.

              Dan terakhir pada Bab 9 adalah gambaran sebuah  imajinasi akan Perjalanan  terakhir dalam dunia yaitu bahwa kematian adalah kenyataan. Menghadapi kenyataan mengenai kematian anda sendiri penting, karena ini melenyapkankan semua nilai yang buruk, rapuh dan dangkal dalam hidup. Satu-satunya cara agar kita merasa nyaman dengan kematian adalah dengan memahami dan melihat diri kita sebagai sesuatu lebih besar daripada diri kita sendiri, memilih nilai yang melampaui nilai yang  hanya melayani diri kita sendiri, yang sederhana dan terkontrol terhadap dunia yang carut marut disekitar anda. Inilah akar dari semua kebahagiaan.