Kembali

IMPOTION - "CSR Perusahaan pada Perang Russia-Ukraina dan Kejahatan Perang Israel"

Tiga tahun berturut-turut kita digemparkan oleh konflik yang terjadi, mulai dari Rusia-Ukraina 2022, kemudian Israel-Palestina meletus kembali pada tahun 2023, dan 2024 kita dikhawatirkan dengan perseteruan Iran-Israel. Terdapat 10.582 warga sipil meninggal pada perang Rusia-Ukraina per tanggal 15 Februari 2024 sementara di gaza,

30.035 warga sipil meninggal per tanggal 29 Februari 2024. Warga sipil yang dimaksud tentu orang-orang yang tidak bersenjata yang – seharusnya – dijamin hak untuk hidupnya oleh hukum humaniter internasional. Perlu digarisbawahi, kematian warga sipil dan perseteruan negara-negara tersebut tidak lepas dari keterlibatan perusahaan-perusahaan yang dituntut menerapkan sustainability accounting.

Sustainibility accounting mengacu pada praktik pengukuran, analisis, dan terhadap ESG (environmental, social, and governance) perusahaan. Akuntansi keberlanjutan menjadi penting karena tekanan politik, sosial, dan lingkungan. Perusahaan berusaha membuktikan bahwa mereka peduli pada keberlanjutan sosial dan lingkungan di sekitarnya. Output dari praktik sustainbility accounting berupa laporan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR reporting).

Lantas, bagaimana laporan tanggung jawab sosial apabila perusahaan diketahui secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi pada perang yang terjadi. Citra baik perusahaan tentu tercoreng. Tanpa perlu transparansi, kita telah tahu laporan CSR perusahaan kotor dengan darah manusia. Jika pencemaran udara boleh dibayar pajak, pencemaran lingkungan boleh diberi kompensasi ekologis, maka apa bayaran yang pantas atas hilangnya nyawa seorang yang tak bersalah. Mari kita bahas ketidakberdayaan kita menuntut tanggung jawab sosial perusahaan berdarah dingin.

Saat ini, laporan CSR (corporate social responsibility) perusahaan-perusahaan atas keterlibatan mereka pada perang yang terjadi, penting untuk dipertanyakan. Sejumlah perusahaan besar masih melakukan kegiatan berbisnis kepada Rusia bahkan setelah negara-negara memboikot Rusia juga kepada Israel walau mendapat kecaman di berbagai belahan dunia. Perusahaan Nestlé, Intel, dan Barclays bahkan tercatat pada gerakan #LeaveRussia dan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) di saat bersamaan atas aktivitas bisnis mereka di Rusia dan terasosiasi dengan Israel. Sementara itu, Google baru saja memecat 28 karyawannya yang melakukan aksi “No Tech For Apertheid” sehubungan kesepakatan kontrak Google dan Israel di bidang pertahanan militer. Aktivitas-aktivitas ini secara jelas berlawanan dengan konsep ESG. Namun, tidak semua dari perusahaan itu dapat kita boikot. Kenyataan inilah yang membiarkan mereka melakukan kerusakan.

Secara sederhana, setiap komponen lingkungan menginginkan kehidupan berkelanjutan. Perusahaan pun berupaya untuk bertahan terus-menerus lintas generasi. Namun, perusahaan juga melakukan kerusakan di muka bumi untuk memaksimalkan keuntungan mereka. Di sinilah peran konsumen dan investorsebagai bagian dari komponen lingkungan untuk menjaga tempat tinggal mereka. Perusahaan tentu sadar pentingnya konsumen sebagai ladang pendapatan dan investor sebagai ladang pendanaan mereka. Kerusakan yang mereka perbuat bakalan sia-sia jika konsumen dan investor beranjak pergi dari perusahaan mereka. Konsumen dan investor perlu laporan CSR untuk melihat produk yang mereka gunakan diproduksi secara wajar tanpa mengekploitasi alam; perusahaan perlu laporan CSR untuk membuktikan diri ke bahwa mereka peduli lingkungan, walau tujuan atau kepentingan utama mereka adalah menjaga konsumen untuk tetap menggunakan produk mereka. Tidak heran apabila ada kecurangan semisal greenwashing terjadi karena mereka tidak secara tulus peduli dengan alam. Kembali pada konteks peperangan, banyak dari mereka menunjukkan jati dirinya sebagai pelaku kerusakan. Mungkin saja, kepentingan mereka di peperangan lebih berharga daripada nyawa puluhan ribu manusia.

Mari kita berandai-andai – andaikan perusahaan-perusahan mengakui kejahatan perang mereka, bahkan tercatat kerusakan CSR lebih banyak dibanding aktivitas positif mereka, maka apa yang akan kita lakukan. Boikot, divestasi, dan tekanan kita lakukan bahkan sejak mereka berkontribusi dalam perang. Saat laporan CSR nanti, apa tindakan lain yang kita lakukan? tidak ada, monoton, hanya seperti ini saja. Bahkan sebagian dari kita masa bodoh dengan isu seperti ini, tone deaf terhadap para korban yang mati sia-sia, menderita cacat dan sulit memenuhi kebutuhan hidup, serta ditinggalkan keluarga dan kerabat. Sebelum berjuang lebih lanjut menuntut dampak keberlanjutan kepada perusahaan, sekiranya kita berjuang kembali menyadarkan isu ini di tengah masyarakat kita. Dari pengadaian ini kita sadar bahwa kita pada dasarnya belum berbuat banyak untuk menjaga kepatuhan pada konsep-konsep ESG.

Sedikit melebar dari pembahasan, perjuangan kita mengangkat isu ini untuk hadir kembali di tengah masyarakat tidak akan dibiarkan berjalan mulus. Mereka pemilik kepentingan tentu memiliki modal untuk membangun narasi berlawanan. Masyarakat kita akan dibuat bimbang dan ragu akibat banyaknya informasi yang beredar, tetapi tidak saling bersesuaian. Kita sulit melawan para pemilik kepentingan karena kita saja tidak sanggup menyadarkan masyarakat yang penglihatannya telah tertutup oleh berbagai distraksi dan narasi.

Dalam penutup, kita perlu menyadari bahwa peran perusahaan dalam konflik yang meresahkan tidak bisa diabaikan. Dari Ukraina hingga Palestina, hingga sekarang Iran dan Israel, dampak keterlibatan mereka telah membawa penderitaan yang tak terhitung jumlahnya bagi masyarakat sipil. Meskipun transparansi dan laporan CSR dapat membuka tabir atas keterlibatan mereka, tantangan dalam menjaga kehidupan yang berkelanjutan tetaplah besar. Namun, sebagai konsumen dan investor, kita memiliki kekuatan untuk menuntut tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaan-perusahaan tersebut. Dengan kemauan untuk sadar yang semakin kuat, kita dapat membangun masa depan di mana perdamaian, keadilan, dan keberlanjutan menjadi tujuan utama, di mana nyawa manusia dihargai di atas segalanya.