Kembali

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya - Rusdi Mathari

Dalam buku ini kita kembali dibuat berpikir tentang bagaimana mereka hidup bermasyarakat, beragama dan beribadah kepada Tuhan. Ada dua chapter dalam seri ini dan setiap chapter memiliki sub-episode, chapter pertama memiliki cerita "Matt, sesuatu yang menarik adalah sesuatu yang tidak disukai orang. Jika orang ingin melakukannya, mengapa dipaksa, Matt?" Apa yang dimaksud dengan puasa Kemudian, pada subbab berikutnya, pembaca akan menemukan kisah: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah ... lalu kapan kamu melahirkan menjadi saksi Allah?" Ungkapan yang selalu dinyanyikan umat Islam, hal-hal sederhana, namun benang-benang rancu menjadi tanda tanya. Selain itu, subbagian yang paling menonjol adalah bagian dengan ungkapan "Kamu pikir kamu pintar, padahal kamu bodoh, kamu bukan.” Masalahnya adalah bagaimana Anda mengenal Allah, meskipun doa Anda terbatas pada gerakan lahiriah, Anda tetap menulis sedekah Anda untuk untung dan rugi hidup Anda, Anda menggunakan ilmu Anda untuk mencuri atau membunuh saudara Anda, Anda pintar dan merasa bodoh. Anda bahkan tidak memilikinya 

Kemudian pada bab kedua terdapat kalimat “salatmu dan sebagainya adalah urusanmu dengan Allah, tapi sarkum yang yatim dan ibunya yang kere mestinya adalah urusan kita semua” dalam narasi tersebut terdapat tamparan yang sangat keras bagi muslim khususnya yang mana mereka hanya memikirkan bagaimana mereka beribadah dengan tuhannya sedangkan sauadara nya diluar sana membutuhkan uluran tangan dari mereka. Dan selanjutnya terdapat narasi yang berbunyi “kenapa yang harus dihormati hanya orang yang berhaji? Kenapa orang yang salat tidak dipanggil pak salat? Orang yang puasa dipanggil pak puasa? Orang yang berzakat, pak zakat?” kebanyakan orang akan fokus pada tittle yang disematkan, jika sudah diberi gelar pak ustad, pak haji, ataupun sejenisnya tidak sedikit akan merasa bangga dengan gelar yang tersemat tersebut, sehingga cenderung lupa dari esensi beribadah dan bermasyarakat itu sendiri.

Cerita lainnya yaitu terdapat dalam judul menghitung berak dan kencing, disini Mat Piti menjadi berpikir tentang masalah sedekat yang selalu dia berikan kepada Cak Dlahom. Cak Dlahom memberikan sebuah perumpamaan ikhlas yang bagaimana meluapkan tentang kebaikan diri sendiri. Ini seperti ketika berak dan kencing dimana tidak pernag selalu mengingat sudah berapa kali melakukannya sepanjang hidup. Jadi pada intinya yaitu dalam upaya untuk membantu orang tidak perlu mengingatnya. Apalagi sampai menghitung sejumlah angka yang sudah dikeluarkan walaupun itu sudah dilakukan dalam jangka waktu yang sangat lama. Pesan penting yang mau disampaikan adalah bagaiaman kita harus ikhlas dalam memberikan bantuan atau dalam bersedekat dan tidak mengungkit-ungkit terkait bantuan yang pernah diberikan yang malahan kesannya menjadi sifat yang sombing dan riya.