Kembali

Lelucon Para Koruptor

Buku ini ditulis oleh Agus Noor, adalah seorang sastrawan asal Jawa Tengah yang lahir pada 26 Juni 1968. Agus Noor, menulis banyak prosa, cerpen, naskah lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron. Beberapa buku yang telah ditulisnya antara lain, Memorabilia, Bapak Presiden yang Terhormat, Selingkuh Itu Indah, Rendezvous (Kisah Cinta yang Tak Setia), Matinya Toekang Kritik, Potongan Cerita di Kartu Pos.

Agus Noor juga menerima penghargaan sebagai cerpenis terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta 1992. Mendapatkan sertifikat Anugerah Cerpen Indonesia dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1992 untuk tiga cerpennya: “Keluarga Bahagia”, “Dzikir Sebutir Peluru” dan “Tak Ada Mawar di Jalan Raya”.

Buku cerpen ini mengangkat realitas korupsi di negeri ini, dengan gaya penceritaan yang “tak biasa”: bila biasanya Agus Noor gemar mengembangkan kisah-kisah sadis-romantis-magis, di buku ini dia banyak bercanda dengan lelucon-lelucon yang sangat kocak, sekaligus surreal-komikal.

Disertai dengan gambar-gambar komik yang kocak, juga muram, plus mencekam, pembaca takkan hanya mendapatkan cerita-cerita para koruptor dalam ragam polahnya, tetapi sekaligus “pembolak-balikan akal sehat”, yang disebutnya sebagai cara menolak menjadi bodoh dan munafik secara berjamaah.

Di dalam buku ini ada 11 judul cerpen. Diawali dengan cerpen yang berjudul “Saksi Mata”, kemudian cerpen kedua berjudul “Mati Sunyi Seorang Penyair”, yang ketiga berjudul “Koruptor Kita Tercinta”, yang keempat berjudul “Kisah Tiga Anjing”, yang kelima berjudul “Lelucon Para Koruptor”, yang keenam berjudul “Perihal Orang Miskin Bahagia”, yang ketujuh berjudul “Desas-desus tentang Politisi yang Selalu Mengenakan Kacamata Hitam”, yang kedelapan berjudul “Pemalsu Kenangan”, yang kesembilan berjudul “Bisnis Para Pembenci”, yang kesepuluh berjudul “Kisah Cinta yang Biasa”, dan yang terakhir berjudul “Orang yang Tak Bisa Tertawa dan Sedih Lagi”, di dalam cerpen ini banyak bagian-bagian yang menggelitik pembaca. Kebodohan-kebodohan yang dibuat seakan-akan menyindir bagaimana hukum di negeri kita berjalan.

Buku kumpulan cerpen ini adalah buku fiksi. Di dalamnya mengandung konflik yang berbeda-beda namun masih dalam satu tema yaitu Koruptor. Buku ini sesuai untuk dibaca usia remaja hingga dewasa. Khususnya penggemar politik yang membutuhkan kritikan-kritikan dalam bentuk hiburan.

Bahasa yang digunakan sangat unik dan makin terasa “berbeda” karena kisah di dalam buku ini terlihat nyata yang sarat akan kritikan. Fenomena-fenomena yang diangkat di dalam buku ini sangat sering kita temukan dan saksikan di televisi. Namun ada beberapa bagian yang sulit untuk dimengerti.

Kelemahan dan Keunggulan Buku

Kelebihan dari buku ini adalah banyak makna ataupun pesan yang dapat dijadikan pelajaran. Di dalam buku ini juga diajarkan agar lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Selain itu ada ilustrasi-ilustrasi yang menjadi daya tarik tersendiri. Ilustrasi tersebut dibuat seperti komik yang akan menambah daya imajinasi pembaca.

Kekurangan yang ada dalam buku ini yaitu ada beberapa kata istilah yang sulit dimengerti namun tidak ada penjelasan dibawahnya ataupun di bagian belakang buku. Sehingga menyulitkan pembaca karena harus mencari terlebih dahulu apa arti dari kata tersebut agar bisa menangkap pesan yang tersirat di dalam buku ini saat selesai membaca.

Sinopsis 

Koruptor Otok divonis delapan tahun penjara. Ia merasa tertekan karena harus kehilangan kebebasanya. Namun, pengacaranya yang telah menangani puluhan kasus korupsi menenangkanya. Baginya, dipenjara hanya berpindah tempat tidur saja, Otok masih bisa menjalankan bisnisnya dan kegiatan lain di penjara. Otok juga tidak perlu memikirkan anak dan istrinya. Karena sudah ada rekening khusus buat anak dan istrinya dari atasanya yang merasa diselamatkan oleh Otok. Sebab, ia tidak menyebutkan nama saat di persidangan. Namun, ada satu hal yang tidak disampaikan oleh pengacaranya. Yaitu, ketika di penjara ia harus menyiapkan lelucon.

Benar, setelah dua minggu dipenjara, Otok gelisah karena harus menyiapkan lelucon. Lelucon itu ditampilkan setiap pertemuan rutin hari Rabu. Menurut Sarusi, 'kawan sekamar' karena tidak suka disebut 'kawan satu sel', pertemuan itu sangat langka. Di pertemuan itu bisa bertemu dengan tokoh dan pejabat, mulai dari hakim sampai menteri. Hal itu, kata Sarusi, harus dijadikan kesempatan membangun relasi. Pertemuan rutin itu biasanya dilaksanakan di 'kamar yang berukuran paling luas', kadang di tempat terbuka, tapi kebanyakan diadakan di ruang serbaguna yang ada di tengah lapas. Disanalah tempat para koruptor berkumpul dan menikmati makanan dan minuman yang mewah. Tentu dengan pembayaran khusus.

Setiap yang hadir harus bergiliran menampilkan leluconnya. Lelucon itu adalah hiburan bagi para koruptor untuk melawan kebosananya, kata Sarusi. Baginya, di dalam penjara ibarat seperti pejuang zaman dahulu. Bedanya, dulu memperjuangkan kemerdekaan bangsa, sekarang memperjuangkan kemerdekaan diri sendiri. Pejuang dulu dipenjara oleh pemerintah penjajah dan sekarang dipenjara oleh pemerintahnya sendiri.

Di akhir pertemuan akan diumumkan siapa pemenang dan siapa yang kalah. Yang leluconnya paling lucu menjadi pemenang dan leluconnya yang garing akan menjadi yang kalah. Pemenang akan naik martabatnya, karena akan dilayani oleh yang kalah selama seminggu. Memijati, dicoreng mukanya yang tidak boleh dihapus selama seminggu, dan kadang membersihkan sel. Otok pertama kali menghadiri pertemuan itu dianggap sebagai luluconnya yang paling tidak lucu. Padahal leluconnya lebih lucu dari Pak Hakil. Mantan Hakim Konstitusi itu hampir tidak bisa membuat lelucon yang lucu, tapi ia tidak pernah jadi yang kalah.

Semakin lama vonis hukumannya maka orang itu harus dihormati. Banyaknya jumlah yang dikorupsi juga menentukan tinggi rendahnya martabat di penjara. Pak Hakil divonis paling lama dipenjara dan paling banyak korupsinya, makanya ia dihormati. Tidak ada yang menganggap lucu leluconnya Otok. Padahal tidak mudah menyiapkan satu lelucon selama seminggu. Dan selama satu tahun dipenjara, ia tidak pernah menjadi pemenang. Walaupun leluconnya lucu. Pernah ia mencoba lelucon yang sama dengan lelucon Pak Hakil, ketika ia bercerita tidak ada yang ketawa. Namun saat Pak Hakil yang bercerita, semuanya tertawa. Ia menyampaikan penasaranya itu pada Sarusi, tapi Sarusi menghindar dan megalihkan ke hal lain. Ia curiga ada yang disembunyikan dari dirinya. Akhirnya, dengan terdesak oleh Otok, Sarusi berterus terang. Bahwasanya dalam kasusnya, Otok menutupi banyak fakta sehingga dirinya dipenjara sendirian. Oleh mereka yang diselamatkan, Otok adalah pahlawan. Tapi bagi mereka yang di penjara, Otok adalah pengecut yang tidak berani menyebut orang yang ikut korupsi dengannya. Otok merasa dipenjara di dalam penjara. Karena ia harus datang ke pertemuan dengan leluconnya kalau tidak ingin diasingkan di penjara.

Kesimpulan

Kesimpulan dari buku ini adalah bahwa cerita yang layak dibaca oleh para remaja bukanlah melulu soal cinta atau romantisme. Buku ini sangat layak dibaca baik dari segi cerita maupun ilustrasinya. Selain sebagai hiburan, para pembaca juga diajak berlogika dan berpikir untuk mengetahui tujuan atau maksud dari cerita tersebut.