Kembali

BEBAN GANDA MAHASISWA: ANTARA KULI & KULI-AH

BEBAN GANDA MAHASISWA: ANTARA KULI & KULI-AH

1. Relasi Kenaikan Biaya Pendidikan dan Taraf  Ekonomi Masyarakat

Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum merupakan sebuah konsep penyelenggaraan perguruan tinggi dengan otonom penuh. Konsep ini telah dilegitimasi melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, tepatnya pada 22 Agustus 2013.

PTN-BH sendiri telah diterapkan pada 21 perguruan tinggi di Indonesia, termasuk instansi pendidikan kita yakni Universitas Hasanuddin. Pada PP No 58 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3 dinyatakan bahwa “Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang selanjutnya disingkat PTN Badan Hukum adalah Perguruan Tinggi negeri yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai subyek hukum yang otonom”.

Legitimasi subjek hukum yang otonom berarti memberikan hak penuh terhadap sebuah lembaga untuk mengelola lembaganya secara “mandiri”. Jika pengelolaan secara mandiri diterapkan, maka tentunya membutuhkan sumbangsih. Hal ini dicantumkan pada BAB II mengenai Sumber Dana dan Bentuk Pendanaan, yang menjadi pusat perhatian kami tertera pada pasal 3 ayat 2 & 3:

(2) Selain dialokasikan dari anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pendanaan penyelenggaraan Pendidikan Tinggi oleh PTN Badan Hukum juga dapat bersumber dari: a. masyarakat; b. biaya pendidikan; c. pengelolaan dana abadi dan usaha- usaha PTN Badan Hukum; d. kerja sama Tridharma; e. pengelolaan kekayaan negara yang diberikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah untuk kepentingan pengembangan Pendidikan Tinggi; dan/atau; f. sumber lain yang sah.

(3) Sumber pendanaan PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pendapatan PTN Badan Hukum yang dikelola secara otonom.

Titik penekanan kami yakni pada ayat 2 huruf (b), penetapan biaya pendidikan yang tentunya menjadi otoritas penuh Perguruan Tinggi yang dikelola secara mandiri oleh lembaga tersebut. Yang di mana biaya pendidikan diperoleh dalam bentuk Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang ditetapkan ke tiap individu mahasiswa. Terlebih penetapan biaya tersebut merupakan keputusan mutlak yang dikeluarkan oleh instansi sebagai konsekuensi logis hak otonom mereka.

Pada Pasal 3 sendiri berfungsi sebagai penegasan terhadap keberlangsungan dana PTN-BH, nampak bahwa institusi pendidikan sebagai bentuk transformasi baru dari korporasi. Hak otonom dalam konsep PTN-BH sendiri dimaknai sebagai bentuk ‘kemandirian’ sebuah instansi dalam pengelolaannya. Kebijakan ini membuka peluang Unhas untuk bergerak layaknya perusahaan dengan orientasi profit.

Salah satu regulasi terbaru yang dikeluarkan ialah Keputusan Rektor Universitas Hasanuddin Nomor 02194/UN4.1/KEP/2023 perihal penetapan uang kuliah tunggal bagi mahasiswa baru tahun akademik 2023/2024 yang semakin meningkat. Peningkatan ukt ini semakin memperkecil kesempatan masyarakat dengan penghasilan rendah untuk mengakses pendidikan.

Masyarakat kita didominasi oleh buruh, yang dimana penghasilan mereka belum mampu untuk mencukupi skala kebutuhan harian mereka untuk melangsungkan hidup jika harus melanjutkan hingga ke Perguruan Tinggi.

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2022 upah rata-  rata per jam pekerja sebesar Rp.17.542 se-Indonesia. Jika kita asumsikan pekerja bekerja selama 8 jam/hari maka upah hariannya sebesar Rp.140.336. Dikalikan dengan 26 hari kerja dalam sebulan maka mereka menghasilkan sekitar Rp.3.648.736.

Melansir dari CNBC Indonesia, “Ternyata, Warga RI Semakin Kaya Semakin Irit Belanja Sembako”, dalam berita itu dinyatakan “Hasil Susenas Maret 2022 menunjukkan, rata-rata pengeluaran semakin meningkat seiring tingginya kuintil pengeluaran” demikian penjelasan BPS dalam Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia, Susenas Maret 2022, dikutip Selasa (1/11/2022).

“Setiap penduduk kuintil kelima atau kuintil tertinggi memiliki rata-rata pengeluaran sebesar Rp3.067.188 sebulan. Sekitar 6 kali lebih besar dibandingkan pengeluaran penduduk kuintil pertama yang pengeluarannya hanya Rp476.384 sebulan,” lebih lanjut hasil Susenas Maret 2022. Inilah kekonyolan paradoks pada headline media, bagaimana mungkin ini dikatakan semakin irit?

Faktanya dengan asumsi yang kami paparkan saja penghasilan masyarakat umum hanya berkisar Rp.3.648.736 per bulannya, jika mereka melakukan konsumsi sebesar Rp3.067.188 sebulan seperti masyarakat mampu tentu saja tidak menutupi keperluan lainnya. Maka wajar saja masyarakat kuintil pertama terpaksa mencekik leher mereka karena ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Problematika inilah yang dihadapi mahasiswa dengan beban ganda sehingga mereka harus bekerja sembari melaksanakan masa studinya untuk menutupi biaya pendidikan yang kian membumbung tinggi. Berbagai konsekuensi harus mereka hadapi, salah satunya buyarnya fokus terhadap dunia kerja serta pendidikan yang bisa berujung pada ketertinggalan mereka terhadap salah satunya bahkan terbengkalai keduanya.

2. Tekanan Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja Terhadap Mahasiswa

Melansir data BPS 2020 tahun 2020, sebesar 6,98% pelajar berusia 10 hingga 24 tahun menempuh pendidikan sambil bekerja. Berdasarkan salah satu web referensi kami yakni mojok.co berjudul “Kuliah Sambil Kerja Begitu Melelahkan dan Hanya itu Pilihan Mereka” ada salah seorang mahasiswa asal Lamongan bernama Azriel Williem yang menempuh studi di UIN Sunan Kalijaga membagikan kisahnya sebagai mahasiswa dengan beban ganda. Ia merupakan seorang mahasiswa angkatan 2019, memulai bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup hariannya ketika menginjak semester 2. Ayahnya bekerja sebagai pengemudi becak motor yang penghasilannya tidak tentu. Belum lagi ketika ia menginjak semester 2, ia harus memutar otak untuk menanggung biaya hidupnya sendiri karena nafkah dari orang tuanya tidaklah cukup untuk membiayai pendidikan dan hidupnya secara penuh.

Pada saat ia semester 2 pandemi covid-19 sedang menyebar di Indonesia sehingga ia memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya dan menjalani kerja nyambi pertamanya. “Aku jadi juru parkir di pasar selama 6 bulan. Habis itu pindah kerja ke Lamongan kota di warung kopi” ungkap Azriel. Saat memasuki semester 3, ia terpaksa mengambil cuti kuliah dikarenakan kondisi ekonomi keluarganya memburuk dan ia memutuskan untuk membantu menafkahi keluarganya.

Selepas cutinya, Azriel pun memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan kuliahnya. Tapi itu bukan berarti bahwa ia dapat melanjutkan kuliahnya seperti mahasiswa pada umumnya, ia tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia pun bekerja di sebuah warung kopi di daerah Ngaglik, Sleman. Selama bekerja di sana ia tak memiliki tempat tinggal karena kendala biaya sehingga dia pun menetap di warkop tempat kerjanya.

Namun waktunya bekerja di sana singkat saja karena tak lama setelah itu kampusnya mengeluarkan surat edaran bahwa pembelajaran akan berlangsung secara luring. Azriel pun memutuskan untuk meninggalkan tempat kerjanya dan berpindah ke sebuah warung kopi di daerah Sorowajan. Di tempat kerja barunya, Azriel harus bekerja selama 10 jam yakni sejak pukul 5 sore hingga pukul 3 dini hari.

Ia pun bekerja selama sepekan penuh, sebenarnya jam kerja normalnya hanya 6 jam per hari. Namun penghasilan yang dihasilkan dari waktu kerja normalnya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hariannya sehingga ia harus bekerja lebih lama lagi. Hal ini tentu memiliki konsekuensi terhadap Azriel, ia harus mengalami suatu kondisi yang disebut burnout.

 

 

Menurut penjelasan Sahniz Fiera Fadhillah, S.Tr.Sos dari RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, Burnout merupakan suatu reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan atau kronis dan ditandai oleh 3 dimensi utama yaitu kelelahan, sinisme (kurang identifikasi dengan pekerjaan), dan berkurangnya kemampuan profesional. Kondisi ini kerap menjerat Azriel sehingga ia harus mencuri-curi waktu istirahat di sela kesibukannya.

Dengan beban ganda yang dijalani Azriel, dia mengakui tak dapat menjalankan kuliah secara maksimal. Ia kerap kekurangan waktu tidur karena harus bekerja hingga pukul 3 pagi dan jam kuliahnya dimulai pukul 7 pagi, bahkan ia pun lebih sering tidak tidur agar dapat memasuki kelas tersebut. Tetapi dampak dari kelelahan tersebut menyebabkan ia seringkali kesulitan fokus dalam mengikuti perkuliahan.

Dari kondisi yang dihadapinya ini, Azriel bahkan tak sempat terpikir untuk main atau beraktivitas lain. Ia pernah mendaftarkan diri ke organisasi ekstra kampus namun tak dapat aktif di dalamnya karena tak memiliki waktu luang. Ketika mendapatkan tugas kuliah, Azriel terkadang terlambat mengumpulkannya karena harus mencari waktu senggang di tengah waktu kerjanya. Bahkan ia harus mengulang banyak mata kuliah.

3. Peran Lembaga Pendidikan Tinggi dalam Menciptakan Fleksibilitas Mahasiswa

Pada pembahasan ini kami akan mengulik salah satu program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yakni Magang Bersertifikat Kampus Merdeka. Program ini merupakan salah satu dari program-program yang hadir dalam Kampus Merdeka pada akhir Januari 2020, bertujuan untuk menyiapkan mahasiswa agar lebih mantap untuk memasuki dunia kerja dan karirnya. 

Program magang dari Kemendikbud ini menawarkan bimbingan hard skills serta soft skills yang akan didapatkan mahasiswa secara langsung di lapangan (tempat mereka bekerja) dan akan mendapatkan uang imbalan dari Kementerian/Mitra. Para mahasiswa tentunya akan tergiring pada pemikiran “hal yang menguntungkan adalah ketika kita melakukan sesuatu (bekerja) lalu kita dapat langsung menikmati hasilnya”.

 
Ini bukanlah sesuatu yang sepenuhnya keliru, namun yang perlu dipertanyakan apakah hasil yang diperoleh itu sepenuhnya kita dapatkan? Tak ada pemberian yang sepenuhnya tanpa imbalan bagi pemberinya, itulah sistem kapitalisme. Apa yang dielu-elukan para mahasiswa yang menunjukkan hasil dari ‘kepuasan’ kerja mereka tak lain hanya sebuah delusi semata. Program ini hanyalah bagian dari ‘pembiasaan’ yang sistem ini ciptakan untuk para pelayan barunya kelak.

Dengan terjalankannya program ini, maka dimungkinkan bagi para pemilik modal untuk merekonstruksi pemikiran mahasiswa melalui ISA (Ideological State Aparatus) mereka yakni melalui instansi pendidikan. Menurut Antonio Gramsci ada 2 hal yang menjadi alat kelas dominan dalam menghegemoni yaitu pendidikan dan mekanisme kelembagaan, dilakukan secara persuasif dengan menyasar ranah kesadaran.

Hal ini bertujuan untuk menutup kemungkinan pada pemikiran kritis dan sistematis dalam melihat struktur sosial. Dan hasil yang ditujunya tidak lain yaitu mempengaruhi pola pikir serta tindakan individu maupun kolektif. Hal ini tak terhindarkan pada mahasiswa sebagai sasaran utama dari proses yang dijalankan ini, menutup mata kita terhadap realitas objektif di mana kelas pemilik modal memegang kendali penuh atas masa depan kita.

4. Dampak Beban Ganda Mahasiswa dalam Kerja-Kerja Intelektual

Seperti salah satu kisah yang telah kami angkat mengenai Azriel Williem, apa yang dihadapi oleh mahasiswa dengan beban ganda bukanlah persoalan sepele. Secara nyata dapat menurunkan kualitas kinerja intelektual serta berdampak signifikan terhadap aspek psikologis. Hal ini tentu menjadi faktor penghambat bagi mahasiswa dengan beban ganda yang memiliki peran sebagai civitas academica namun tak dapat berkontribusi secara penuh.

Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I mengenai Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Pada bunyi pasal ini nantinya terturunkan sebagai Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, Pengabdian kepada Masyarakat). Namun bagaimana mungkin mahasiswa dengan beban ganda dapat melaksanakannya secara optimal? Sedangkan mereka harus berfokus pada pekerjaan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, termasuk biaya pendidikan mereka.

Paradoks ini terpampang nyata melalui realita yang kita jalani, dimana pihak instansi pendidikan hanya menjadi aparatus kaum pemilik modal yang menuntut imbalan mereka secara immateriil maupun materiil dengan pemulusan praktik mereka melalui regulasi yang dilegalisir. Sementara mahasiswa yang ingin menuntut ilmu pengetahuan harus berhadapan dengan privatisasi atas pendidikan melalui biaya yang harus mereka bayarkan untuk mendapatkannya. Belum lagi segala bentuk pengetahuan yang diberikan tidak lain dan tidak bukan hanyalah komodifikasi kaum borjuis dalam bentuk kurikulum yang ditetapkan mereduksi realitas objektif. Mahasiswa dengan beban ganda pun tak dapat menjalani kegiatan organisasi selayaknya mahasiswa pada umumnya dikarenakan waktu luang mereka yang benar-benar hanya dapat dimanfaatkan untuk beristirahat.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk Dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

Keputusan Rektor Universitas Hasanuddin Nomor 02194/UN4.1/KEP/2023 tentang Uang Kuliah Tunggal Bagi Mahasiswa Baru Program Sarjana dan Sarjana Terapan Tahun Akademik 2023/2024.

Kementerian Ketenagakerjaan. 2021. “Ketenagakerjaan Dalam Data Edisi 4 2021”, chrome- extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://satudata.kemnaker.go.id/satudata- public/2021/12/files/publikasi/1640748690353_Ketenagakerjaan%2520Dalam%2520Data

%25202021.pdf, diakses pada 9 Mei 2023 pukul 18.26 WITA.

Kusnandar, Viva Budy. 2022. “Hanya 6% Warga Indonesia yang Berpendidikan Tinggi pada Juni 2022”,  https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/20/hanya-6-warga-indonesia- yang-berpendidikan-tinggi-pada-juni 2022#:~:text=Sampai%20Juni%202022%20penduduk%20Indonesia,tamatan%20Sekolah

%20Dasar%20(SD), diakses pada 9 Mei 2023 pukul 19.43 WITA.

Kamil, Hasbi. 2023. “Kuliah Sambil Kerja Begitu Melelahkan dan Hanya itu Pilihan Mereka”, https://mojok.co/liputan/geliatwarga/kuliah-sambil-kerja-begitu-melelahkan-dan-hanya-itu- pilihan-mereka/, diakses pada 10 Mei 2023 pukul 21.25 WITA.

Fadhillah,  Sahniz  Fiera. 2022. “Mengenal        Burnout”, https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1453/mengenal- burnout#:~:text=Burnout%20dapat%20memberikan%20dampak%20negatif,merasa%20tid ak%20puas%20akan%20pekerjaan., diakses pada 10 Mei 2023 pukul 21.50 WITA.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. 2023. “Apa itu Magang?”, https://kampusmerdeka.kemdikbud.go.id/program/magang/detail, diakses pada 10 Mei 2023 pukul 22.12 WITA.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.