Kembali

SUSTAINABILITY ACCOUNTING DALAM NEOLIBERALISME: SEBUAH ANALISA KRITIS SOSIAL-EKONOMI

Pendahuluan

Dalam era modern ini, isu-isu lingkungan telah menjadi perhatian global yang semakin mendesak. Kepedulian terhadap lingkungan telah mendorong pengembangan konsep sustainability accounting sebagai alat untuk mengukur dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari kegiatan bisnis. Namun, seiring dengan peningkatan kesadaran akan keberlanjutan, praktik-praktik greenwashing dan pengaruh neoliberalisme muncul sebagai tantangan serius dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Tulisan ini akan menjelaskan hubungan kompleks antara sustainability accounting, greenwashing, dan neoliberalisme, serta mengidentifikasi implikasinya dalam konteks sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Dalam era yang semakin menyadari kebutuhan akan keberlanjutan, konsep Sustainability accounting telah menjadi topik yang mendapatkan perhatian luas. Namun, hubungan antara Sustainability accounting dan neoliberalisme, yang merupakan ideologi dominan dalam ekonomi global saat ini, perlu dianalisis secara kritis. Esai ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan kompleks antara Sustainability accounting dan neoliberalisme dari perspektif sosial-ekonomi, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan keberlanjutan jangka panjang.

 

Neoliberalisme adalah ideologi yang mempromosikan kebebasan individu, pasar bebas, dan minat swasta sebagai pusat dari sistem ekonomi dan sosial. Dalam konteks bisnis, neoliberalisme menekankan pada pertumbuhan ekonomi tanpa batas, deregulasi, dan privatisasi sebagai sarana untuk mencapai efisiensi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, pendekatan ini sering kali mengabaikan pertimbangan lingkungan dan aspek sosial yang penting dalam pembangunan berkelanjutan. Neoliberalisme juga menciptakan tekanan bagi perusahaan untuk mencapai tujuan keuangan jangka pendek, yang dapat menghambat praktik bisnis yang bertanggung jawab secara lingkungan.

Sustainability accounting adalah pendekatan akuntansi yang berfokus pada pengukuran dan pelaporan dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi dari kegiatan bisnis. Di sisi lain, neoliberalisme adalah ideologi ekonomi yang menekankan pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi. Kedua konsep ini berperan penting dalam diskursus keberlanjutan dan pengelolaan sumber daya alam. Dalam esai ini, akan dilakukan analisa kritis hubungan antara Sustainability accounting dan neoliberalisme dengan mengeksplorasi aspek transformasi dan kelanggengan yang terkait.

Sustainability accounting merupakan pendekatan untuk mengukur dan melaporkan dampak organisasi atau perusahaan terhadap dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Melalui penggunaan indikator yang tepat, sustainability accounting dapat memberikan informasi yang relevan bagi pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan yang berkelanjutan. Contoh alat sustainability accounting yang umum digunakan antara lain Laporan Keberlanjutan Global Reporting Initiative (GRI) dan Akun Lingkungan Nasional (ALN).

Isi

Dalam konteks neoliberalisme, yang menekankan pasar bebas dan pertumbuhan ekonomi tak terbatas, Sustainability accounting menghadapi beberapa tantangan. Pertama, neoliberalisme menempatkan keuntungan dan efisiensi ekonomi sebagai prioritas utama, sedangkan Sustainability accounting berusaha menggabungkan aspek-aspek sosial dan lingkungan dengan kinerja keuangan. Namun, dalam praktiknya, aspek-aspek sosial dan lingkungan sering kali terpinggirkan atau diabaikan dalam penilaian kinerja perusahaan yang lebih diarahkan pada profitabilitas semata.

Kedua, neoliberalisme memandang kegiatan ekonomi sebagai sumber utama perubahan dan inovasi, sedangkan Sustainability accounting menekankan perlunya mengubah praktik bisnis untuk mempromosikan keberlanjutan jangka panjang. Namun, neoliberalisme cenderung menempatkan tanggung jawab pengaturan dan pemantauan pada pasar bebas dan inisiatif individu, dengan minimnya regulasi pemerintah. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya pengawasan dan akuntabilitas terhadap dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi.

 

Ketiga, neoliberalisme mengedepankan kebebasan individu dan persaingan sebagai prinsip dasar dalam ekonomi, yang dapat mempengaruhi pelaksanaan Sustainability Accounting. Dalam upaya untuk memenuhi persyaratan pelaporan keberlanjutan, perusahaan cenderung memilih pilihan yang paling menguntungkan secara finansial, sementara implikasi sosial dan lingkungan yang kurang diinginkan sering kali diabaikan (green washing). Akibatnya, Sustainability accounting dapat digunakan sebagai alat legitimasi yang mempertahankan status quo dan menjaga kepentingan pemegang saham, tanpa memperhatikan dampak yang lebih luas terhadap masyarakat dan lingkungan.

Pada satu sisi, Sustainability accounting muncul sebagai respons terhadap kelemahan sistem ekonomi neoliberal. Dalam era globalisasi yang didominasi oleh kepentingan ekonomi dan profitabilitas, pendekatan ini menawarkan metrik baru untuk mengukur keberhasilan bisnis yang tidak hanya didasarkan pada keuntungan finansial semata. Dengan memasukkan dimensi sosial dan lingkungan ke dalam laporan keuangan, Sustainability accounting berpotensi mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan dampak mereka terhadap aspek non-keuangan. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menekankan perlindungan lingkungan, keadilan sosial, dan keterlibatan stakeholder.

Namun, dalam implementasinya, terdapat kritik terhadap Sustainability accounting yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara aspirasi keberlanjutan dan realitas neoliberal. Beberapa pihak berpendapat bahwa dalam upaya untuk tetap beroperasi dalam sistem pasar yang kompetitif, perusahaan seringkali menggunakan Sustainability accounting sebagai alat untuk meningkatkan citra mereka tanpa melakukan perubahan substantif dalam praktik bisnis yang sebenarnya. Praktek semacam ini dapat dikategorikan sebagai "greenwashing," di mana perusahaan menciptakan kesan keberlanjutan tanpa melakukan perubahan struktural yang diperlukan.

Greenwashing merujuk pada praktik oleh perusahaan atau organisasi yang menggunakan taktik komunikasi dan pemasaran untuk memanipulasi persepsi publik tentang keberlanjutan mereka. Dalam upaya untuk meningkatkan citra mereka, perusahaan sering kali membuat klaim yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau mengalihkan perhatian dari praktik-praktik yang merugikan lingkungan. Contoh greenwashing termasuk penggunaan label hijau palsu, kampanye iklan yang menyesatkan, atau penggabungan kata-kata "ramah lingkungan" dalam strategi pemasaran mereka tanpa dasar yang kuat.

Selain itu, neoliberalisme dalam praktek bisnis juga berkontribusi terhadap munculnya hambatan dan kendala dalam implementasi Sustainability Accounting. Ketika prinsip-prinsip pasar bebas dan privatisasi menguasai, peraturan yang mengharuskan pelaporan dan akuntabilitas sosial dan lingkungan seringkali diabaikan atau dilemahkan. Kebebasan perusahaan untuk beroperasi tanpa campur tangan regulasi yang berarti dapat mengurangi kebutuhan mereka untuk mengadopsi Sustainability accounting secara serius.

 

Meskipun demikian, ada pula pandangan yang melihat Sustainability accounting sebagai alat untuk merombak paradigma neoliberal. Para pendukung berpendapat bahwa dengan penerapan Sustainability accounting yang konsisten, perusahaan dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam mencapai tujuan keberlanjutan jangka panjang. Dalam pandangan ini, Sustainability accounting dapat menjadi instrumen untuk merestrukturisasi sistem ekonomi yang berpusat pada pertumbuhan tanpa batas. Dengan menekankan pada penciptaan nilai jangka panjang dan mempertimbangkan kepentingan seluruh stakeholder, perusahaan dapat menjadi agen perubahan menuju praktik bisnis yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Hubungan antara sustainability accounting, greenwashing, dan neoliberalisme sangat kompleks. Di satu sisi, sustainability accounting berusaha mengukur dampak keberlanjutan secara obyektif dan memberikan informasi yang transparan. Namun, praktik greenwashing yang dilakukan oleh perusahaan dapat merusak integritas laporan keberlanjutan tersebut. Dalam upaya untuk memenuhi tuntutan pasar yang didorong oleh neoliberalisme, perusahaan sering kali cenderung melakukan greenwashing untuk meningkatkan citra mereka tanpa melakukan perubahan yang signifikan dalam praktik bisnis mereka.

Keterkaitan antara sustainability accounting, greenwashing, dan neoliberalisme memiliki implikasi penting dalam mencapai keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Greenwashing dapat mengaburkan informasi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang berkelanjutan. Selain itu, neoliberalisme yang terlalu fokus pada kepentingan ekonomi dapat mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang

Akuntansi Kritis dan Kritik atas Sustainability Accounting

Sustainability accounting telah menjadi alat yang populer dalam upaya untuk mengukur dan melaporkan dampak keberlanjutan dari kegiatan bisnis. Namun, dari perspektif akuntansi kritis, terdapat kritik terhadap penggunaan sustainability accounting sebagai alat cuci tangan perusahaan dalam konteks neoliberalisme.

Akuntansi kritis mengkritik sustainability accounting sebagai alat cuci tangan perusahaan dalam konteks neoliberalisme. Hal ini dikarenakan sustainability accounting sering kali hanya memberikan tampilan positif tentang keberlanjutan perusahaan tanpa mencerminkan dampak yang sebenarnya. Perusahaan dapat menggunakan sustainability accounting sebagai alat untuk mempertahankan citra mereka tanpa melakukan perubahan yang signifikan dalam praktik bisnis mereka. Dalam praktiknya, sustainability accounting dapat menjadi sarana yang digunakan oleh perusahaan untuk "menyelamatkan wajah" tanpa mengatasi masalah fundamental yang terkait dengan dampak lingkungan dan sosial mereka.

 

Akuntansi kritis juga mengungkapkan kerentanan dan batasan dalam sustainability accounting. Pertama, terdapat masalah seputar transparansi dan akuntabilitas. Laporan keberlanjutan sering kali bersifat sukarela dan tidak diatur dengan ketat, yang menyebabkan informasi yang tidak konsisten dan sulit untuk dibandingkan. Selain itu, sustainability accounting sering kali mengandalkan metrik yang dapat dimanipulasi atau tidak mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin terjadi sebagai akibat dari kegiatan bisnis.

Akuntansi kritis menawarkan alternatif dalam mengatasi kritik terhadap sustainability accounting. Pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam akuntansi mencakup pertimbangan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan, melibatkan pemangku kepentingan yang lebih luas dalam proses pengukuran dampak, dan mengintegrasikan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial ke dalam praktik akuntansi. Ini memerlukan perubahan struktural dalam cara perusahaan dan organisasi mengelola dan melaporkan informasi keberlanjutan mereka.

Dalam konteks neoliberalisme, sustainability accounting rentan menjadi alat cuci tangan perusahaan yang tidak mencerminkan dampak sebenarnya. Akuntansi kritis mengkritik penggunaan sustainability accounting dalam konteks ini dan menunjukkan kerentanan serta batasan yang ada. Penting untuk mempertimbangkan alternatif akuntansi berkelanjutan yang lebih komprehensif dalam memastikan keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang lebih seimbang.

Penutup

Analisa kritis hubungan antara Sustainability accounting dan neoliberalisme mengungkapkan kompleksitas yang melekat pada kedua konsep tersebut. Sementara Sustainability accounting menawarkan potensi untuk mendorong perubahan menuju praktik bisnis yang lebih berkelanjutan, tantangan dalam implementasi dan risiko "greenwashing" tetap relevan dalam konteks neoliberal. Namun, melalui keterlibatan semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, perusahaan, akademisi, dan masyarakat sipil, Sustainability accounting dapat menjadi instrumen yang efektif dalam merestrukturisasi sistem ekonomi menuju keberlanjutan yang sejati.

Analisis kritis hubungan antara Sustainability accounting dan neoliberalisme mengungkapkan ketegangan antara konsep keberlanjutan dan prioritas ekonomi neoliberal. Neoliberalisme yang mendasarkan pada pasar bebas dan pertumbuhan ekonomi yang tak terbatas sering kali tidak memadai untuk mengatasi tantangan sosial dan lingkungan yang kompleks. Dalam konteks ini, Sustainability accounting perlu berevolusi untuk mencakup aspek-aspek sosial dan lingkungan yang lebih mendalam dan menyeluruh.

Untuk mengatasi kritik terhadap sustainability accounting dalam konteks neoliberalisme, diperlukan pendekatan akuntansi yang kritis dan transformatif. Hal ini melibatkan pengintegrasian prinsip-prinsip etika, keadilan, partisipasi pemangku kepentingan, dan keterbukaan informasi. Dalam upaya ini, pendekatan akuntansi berkelanjutan yang kritis dan transformatif seperti akuntansi berkelanjutan berbasis komunitas, akuntansi sosial dan lingkungan, serta pendekatan berbasis keadilan dapat memberikan kontribusi penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Dalam mengatasi tantangan sustainability accounting dalam konteks neoliberalisme, peran regulasi dan keterlibatan pemerintah menjadi penting. Regulasi yang kuat dan transparan diperlukan untuk memastikan pelaporan keberlanjutan yang akurat dan konsisten. Selain itu, pemerintah perlu mendorong praktik akuntansi berkelanjutan melalui insentif dan kebijakan yang mendukung transisi menuju ekonomi yang berkelanjutan. Langkah-langkah ini termasuk pengembangan standar akuntansi yang ketat, audit independen, dan tindakan hukum terhadap praktik greenwashing. Dengan demikian, peran pemerintah dalam mengarahkan praktik akuntansi berkelanjutan menjadi kunci dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, C., & McNicholas, P. (2016). Making a difference: Sustainability accounting and organisational change. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 29(3), 444-470.

Dillard, J., Dujon, V. E., & King, M. C. (2019). The organizational logics of corporate social responsibility and the paradoxical role of sustainability accounting. Critical Perspectives on Accounting, 59, 26-40.

Gray, R., Adams, C., & Owen, D. (2014). Accountability, sustainability and governance: Accountability as a symbolically mediated social institution. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 27(8), 1308-1341.

Hopwood, A. G. (2009). Accounting and the environment. Accounting, Organizations and Society, 34(3-4), 433-439.

Parker, L. D., Guthrie, J., & Linacre, S. (2011). Sustainable development and social and environmental accounting education: beyond the rhetoric. Accounting Education: An International Journal, 20(4), 383-405.

Global Reporting Initiative (GRI). (2021). Sustainability Reporting Standards. Diakses pada 21 Juni 2023 dari https://www.globalreporting.org/standards/

Akun Lingkungan Nasional (ALN). (2021). Manual Penggunaan Akun Lingkungan Nasional. Diakses pada 21 Juni 2023 dari https://akunlingkungannasional.org/

Banerjee, S. B. (2017). Neoliberalism and the Paradox of Corporate Greenwashing. Critical Sociology, 43(4-5), 689-705. DOI: 10.1177/0896920515612003

 

Maak, T., & Pless, N. M. (2006). Responsible Leadership in a Stakeholder Society: A Relational Perspective. Journal of Business Ethics, 66(1), 99-115. DOI: 10.1007/s10551-005-9005-5

Harvey, D. (2005). A Brief History of Neoliberalism. Oxford University Press. Cooper, C., & Sherer, M. (2017). Akuntansi Kritis. Jakarta: Salemba Empat.

Dillard, J., & Roslender, R. (2016). Critical Perspectives on Accounting, Organizations, and Society. Emerald Group Publishing.

Hopwood, A. G., Unerman, J., & Fries, J. (2010). Accounting for Sustainability: Practical Insights. Routledge.

Lehman, G., & Tinker, T. (2018). Neoliberalism and the Political Economy of Management Accounting. Critical Perspectives on Accounting, 52, 49-62. DOI: 10.1016/j.cpa.2017.05.001

Lounsbury, M., & Hirsch, P. M. (2019). Markets on Trial: The Economic Sociology of the U.S. Financial Crisis: Part B. Emerald Publishing Limited.

Deegan, C. (2014). Financial Accounting Theory. McGraw-Hill Education.

Gray, R., Owen, D., & Adams, C. (2014). Accountability, Social Responsibility and Sustainability: Accounting for Society and the Environment. Prentice Hall.

Larrinaga, C., & Carrasco, F. (2018). Sustainability accounting and Accountability. Routledge.

Moon, J., Crane, A., & Matten, D. (2005). Can Corporations be Citizens? Corporate Citizenship as a Metaphor for Business Participation in Society. Business Ethics Quarterly, 15(3), 429-453. DOI: 10.5840/beq200515325

Sikka, P. (2018). Financialization and the Ethical Crisis in the Neoliberal Era. Accounting, Organizations and Society, 64, 1-14. DOI: 10.1016/j.aos.2018.01.001

Bebbington, J., Unerman, J., & O'Dwyer, B. (2014). Sustainability accounting and Accountability. Routledge.

Dillard, J., & Vinnari, E. (2019). Neoliberalism, Sustainability and the Culture of Managerialism: Exploring the Implications. Critical Perspectives on Accounting, 65, 102-113. DOI: 10.1016/j.cpa.2019.04.006

Gray, R., & Milne, M. J. (2014). Towards Reporting on the Triple Bottom Line: Mirages, Methods and Myths. In J. Unerman, J. Bebbington, & B. O'Dwyer (Eds.), Sustainability accounting and Accountability (pp. 37-61). Routledge.

Lehman, G., & Moll, J. (2019). Neoliberalism and the Social Impact of Environmental Accounting in New Zealand. Accounting, Auditing & Accountability  Journal,  32(4),  1034-1059. DOI: 10.1108/AAAJ-10-2015-2265

Power, M. (2009). Fair Value Accounting, Financial Economics and the Transformation of Reliability. Accounting and Business Research, 39(3), 197-210. DOI: 10.1080/00014788.2009.9663367