Kembali

Suistainablity Accounting

Keberlanjutan lingkungan merupakan salah satu isu hangat yang menjadi sorotan berbagai negara. Isu ini dibicarakan pada Conference of the Parties ke 26 (COP-26) di Glasgow, Skotlandia, pada akhir 2021. Pada gelaran tersebut, Indonesia mendapat sorotan besar. Pasalnya, upaya pencapaian net zero emission pada 2060 dari pemerintah Indonesia dianggap responsif terhadap isu perubahan iklim, selain upaya pencegahan Covid-19. Berdasarkan laporan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) 2021, Indonesia masih tercatat sebagai salah satu dari tiga negara dengan risiko bencana lingkungan tinggi, terutama banjir dan panas ekstrem. Dimana konsep keberlanjutan menjadi topik utama sebagai respon untuk menyelamatkan bumi dan menjaga horison kehidupan. Masalah keberlanjutan sejatinya sudah dicetuskan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 1987. Saat itu, PBB merilis laporan berjudul Our Common Future yang juga disebut the Brundtland Report. Laporan tersebut menyoroti isu perubahan iklim secara global. Untuk mengatasi perubahan iklim, the Brundtland Report menekankan aksi pembangunan berkelanjutan dari pemerintah di segala aspek, termasuk dari segi ekonomi maupun pelaporannya.

Suistainability accounting adalah praktik mengukur, menganalisis, dan melaporkan dampak sosial dan lingkungan perusahaan. Pengungkapan aksi sosial dan lingkungan dilakukan perusahaan melalui Environmental, Social, and Governance Report (ESG Report) yang disusun oleh akuntan. Salah satu syarat bagi individu dan perusahaan agar bertahan dan berkembang dengan pesat dalam jangka panjang, yaitu merespons secara ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dimana dalam konsep suistainability accounting ini dalam mengambil keputusan yang harus dipikirkan adalah bagaimana dapat menghemat biaya dan meningkatkan pendapatan dari keberlanjutan lingkungan dan sosial melalui aktivitas-aktivitas yang menunjang keberlanjutan dan dilaporkan dengan kerangka pelaporan keberlanjuta dengan pelaporan eksternal.

Konsep suistainability accounting ini sebenarnya sangat baik untuk merespon Krisi sosial dan lingkungan di dunia namun ada beberapa permasalah yang muncul dalam penerapannya. Sekalipun terdapat standar dan aturan mengenai perhitungan biaya-biaya sosial dan lingkungan. Namun, mengukur keberlanjutan adalah hal yang rumit. Sebagian besar informasi yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan perusahaan disediakan oleh perusahaan itu sendiri, dan tidak selalu diaudit. Ini membuatnya sangat berbeda dari informasi keuangan, yang tunduk pada audit terperinci. Dalam hal kinerja keberlanjutan perusahaan yang sebenarnya sulit diukur secara akurat dikarenakan sulitnya diukur dalam unit moneter.

Jika dilihat dari sejarah perkembangan akuntansi, yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri, menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai alat pertanggungjawaban kepada pemilik modal (kaum kapitalis) sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada pemilik modal. Dengan keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Di dalam akuntansi konvensional (mainstream accounting), pusat perhatian yang dilayani perusahaan adalah stockholders dan bondholders sedangkan pihak yang lain sering diabaikan. Dari hasil studi literatur yang dilakukan oleh Finch (2005) menunjukkan bahwa motivasi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial lebih banyak dipengaruhi oleh usaha untuk mengkomunikasikan kepada stakeholder mengenai kinerja manajemen dalam mencapai manfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang. Salah satu sifat dari bisnis adalah propaganda yang berorientasi pada eksplisit immoral, eksplotatif, dan agresif. kemudian bagaimana perusahaan mengiplementasikan Triple Bottom Line (People, Planet, dan Profit)?. Apakah hadirnya konsep suistainability accounting ini dapat mengubah orientasi pelaporan akuntansi itu? Atau malah semakin menguatkan sejarah yang pernah terjadi.