Kembali

IMPOTION - "Menelusuri Jejak Keberlanjutan: Mengungkap Isu Penting Yang Sering Diabaikan"

Pendahuluan

Di tengah hiruk pikuk perubahan iklim dan degradasi lingkungan yang kian memprihatinkan, akuntansi keberlanjutan bagaikan oase di tengah gurun, menawarkan secercah harapan. Laporan Environmental, Social, and Governance (ESG) menjadi alat penting bagi perusahaan untuk mengukur dan mengkomunikasikan komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan. Di permukaan, langkah ini tampak positif, menunjukkan keseriusan perusahaan dalam berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau.

Namun, di balik jubah keberlanjutan yang indah ini, tersembunyi realitas yang mengkhawatirkan. Rantai pasokan yang buram, keanekaragaman hayati yang terancam punah, ekonomi linear yang merusak, pelanggaran hak asasi manusia, dan tata kelola perusahaan yang lemah. Semua hal ini adalah sisi gelap yang sering terabaikan dalam diskusi keberlanjutan. Masalah-masalah ini sering kali tidak tercermin dalam laporan ESG perusahaan, sehingga menciptakan kesenjangan antara citra berkelanjutan yang dipromosikan dan dampak nyata yang dihasilkan.

Indonesia meskipun memiliki kekayaan alam yang melimpah juga menghadapi tantangan dalam mewujudkan keberlanjutan. Berdasarkan survei Mandiri Institute terhadap 190 perusahaan terbuka di Indonesia, hanya 52% dari perusahaan tersebut yang mengukur emisi karbon dari aktivitas bisnisnya. Selain itu, hanya 15% perusahaan yang sudah menetapkan target pengurangan emisi, padahal ini merupakan salah satu standar penting dalam Environmental, Social, and Governance (ESG). Survei ini juga menemukan bahwa kendala utama yang dihadapi perusahaan Indonesia dalam menerapkan ESG adalah sulitnya menentukan kriteria, matriks, atau indikator kinerja yang relevan. Banyak perusahaan juga masih kurang memahami isu ESG dan kesulitan dalam mencari informasi dan data referensi terkait ESG. Kurangnya sumber daya manusia yang memahami ESG dan biaya konsultan ESG yang mahal juga menjadi hambatan, terutama bagi usaha kecil dan menengah. Hal ini memperparah kesenjangan antara perusahaan besar dan kecil dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.

Perusahaan mungkin terlihat "hijau" di atas kertas melalui laporan ESG mereka, namun praktiknya belum tentu mencerminkan komitmen terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan. Masalah-masalah seperti rantai pasokan yang buram, kerusakan keanekaragaman hayati, pelanggaran HAM, dan tata kelola perusahaan yang lemah, sering kali luput dari perhatian dalam pelaporan ESG. Mengatasi kesenjangan ini membutuhkan upaya kolektif untuk meningkatkan edukasi dan pelatihan ESG, mengembangkan standar dan panduan ESG yang jelas, meningkatkan akses informasi dan data ESG, serta mendorong peran aktif pemuda, masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga pendidikan.

Poster ini bertujuan untuk membuka mata dan menarik perhatian publik terhadap sisi gelap yang sering diabaikan dalam akuntansi keberlanjutan. Kami percaya bahwa dengan memberikan mereka ruang dalam diskusi keberlanjutan, kita dapat memperkuat pendekatan kita dalam mengukur, melaporkan, dan mempertanggungjawabkan dampak keberlanjutan. Penting bagi perusahaan untuk secara transparan mengidentifikasi dan mengatasi sisi gelap ini, bukan hanya untuk memenuhi persyaratan pelaporan, tetapi juga untuk melakukan perubahan nyata dalam praktik bisnis mereka.

Gambar

Gambar 1: Tata Kelola Perusahaan yang Rusak

  • Ilustrasi: Ilustrasi para petinggi perusahaan yang mementingkan kepentingan pribadi, melambangkan skandal korupsi, suap, dan pelanggaran tata kelola lainnya.
  • Penjelasan: Tata kelola perusahaan yang rusak juga merupakan isu kritis yang harus diperhatikan lebih serius. Praktik-praktik korporasi yang tidak transparan atau tidak bertanggung jawab tidak hanya berdampak pada keberlanjutan ekonomi perusahaan itu sendiri, tetapi juga dapat merusak reputasi mereka dan mengancam keberlanjutan secara keseluruhan. Akuntansi keberlanjutan dapat membantu perusahaan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, mengurangi risiko tata kelola perusahaa

Gambar 2: Keanekaragaman Hayati yang Hilang

  • Ilustrasi: Ilustrasi spesies yang terancam punah dan habitat yang terdegradasi, melambangkan hilangnya keanekaragaman hayati yang dipicu oleh aktivitas manusia.
  • Penjelasan: Keanekaragaman hayati adalah aset berharga yang penting untuk kesehatan planet dan ekonomi kita. Namun, perusahaan seringkali gagal mempertimbangkan dampak mereka terhadap keanekaragaman hayati dalam operasi mereka. Kerusakan ekosistem yang terjadi karena kegiatan industri dapat memiliki konsekuensi jangka panjang yang tidak terduga terhadap keberlanjutan planet kita. Akuntansi keberlanjutan perlu memasukkan metrik keanekaragaman hayati untuk mendorong pelestarian dan pemulihan.

Gambar 3: Ekonomi Linear yang Rusak

  • Ilustrasi: Ilustrasi siklus ekonomi linear yang boros, di mana produk dibuat, digunakan, dan dibuang, menghasilkan limbah dan polusi yang signifikan.
  • Penjelasan: Ekonomi linear yang masih mendominasi juga menjadi masalah yang terus diabaikan. Banyak perusahaan masih mengadopsi model bisnis linear di mana sumber daya diekstraksi, digunakan sekali, lalu dibuang. Hal ini tidak hanya tidak berkelanjutan secara lingkungan, tetapi juga meningkatkan risiko terhadap ketersediaan sumber daya di masa depan. Ekonomi sirkular menawarkan alternatif yang lebih berkelanjutan, dengan fokus pada desain produk yang dapat digunakan kembali, didaur ulang, atau diperbaiki. Akuntansi keberlanjutan dapat membantu perusahaan mengukur kemajuan mereka dalam transisi ke ekonomi sirkular.

Gambar 4: Hak Asasi Manusia yang Dilanggar

 

  • Ilustrasi: Ilustrasi pekerja yang dieksploitasi dan komunitas yang terpinggirkan
  • Penjelasan: Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia dalam operasi mereka. Akuntansi keberlanjutan dapat membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengatasi risiko pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai pasokan mereka.

Gambar 5: Rantai Pasokan

  • Ilustrasi: Ilustrasi rantai pasokan yang kompleks
  • Penjelasan: Rantai pasokan perusahaan seringkali meluas jauh melampaui operasi langsung mereka, termasuk pemasok, subkontraktor, dan distributor. Dampak keberlanjutan perusahaan seringkali tersembunyi dalam rantai pasokan ini, tidak diungkapkan atau diukur dalam laporan keberlanjutan. Dari hutan hingga rak toko, banyak tahap dalam rantai pasokan yang mungkin melibatkan praktek-praktek yang merusak lingkungan atau melanggar hak asasi manusia, tetapi sering kali terlupakan dalam pelaporan keberlanjutan.

Gambar 6: Tangan yang Menompang Kepentingan Pihak Tertentu

  • Ilustrasi: Tangan yang menompang sesuatu.
  • Penjelasan: Gambar tangan yang menompang kepentingan pihak tertentu dalam mencerminkan pengorbanan yang dilakukan oleh berbagai pihak, seperti karyawan, lingkungan, dan sumber daya hayati demi kepentingan para petinggi atau pihak tertentu dalam perusahaan. Para karyawan mengorbankan waktu dan upaya mereka untuk memenuhi target dan keinginan manajemen, sementara lingkungan dan sumber daya hayati dieksploitasi untuk keuntungan perusahaan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Simbol ini menggambarkan ketidakseimbangan kekuasaan dan pengorbanan yang terjadi dalam praktik bisnis, di mana pihak-pihak yang berkorban harus menghadapi dampak negatif sedangkan kepentingan mereka sering kali terabaikan.