Kembali

Review ORIENTASI 2024

A. PENDAHULUAN 

Perubahan iklim (Climate Change) merupakan perubahan kondisi fisik  atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa  dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia (Kementerian  Lingkungan Hidup, 2001). Climate Change sering kali berkaitan erat dengan  emisi karbon dimana emisi karbon menyebabkan terjadinya peningkatan suhu  rata-rata dunia yang mengakibatkan cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut,  serta kerusakan ekosistem. National Geographic menjelaskan bahwa Gas  Rumah Kaca menyebabkan terjadinya peningkatan suhu bumi karena  menyerap dan memperangkap energi panas matahari. Panas inilah yang  kemudian meningkatkan suhu bumi. 

Climate change sebagai masalah global yang berdampak ireversibel  terhadap semua sektor pembangunan serta menimbulkan ancaman bagi  kelangsungan hidup jutaan manusia harus segera diatasi. Emisi Karbon harus  sebisa mungkin diturunkan pada kondisi tertentu untuk mencegah dan  mengurangi dampak negative dari climate change. Masalah emisi karbon yang  tidak dapat ditangani/diatasi dengan baik sejak kini, akan menyebabkan  semakin menantangnya stabilitas Gas Rumah Kaca yang kemudian  menyebabkan dampak tak terhindarkan dari climate change. 

Mencari solusi dan mengatasi masalah terkait climate change pada  dasarnya membutuhkan waktu, usaha dan biaya yang besar. Namun, memilih  untuk tidak mengambil tindakan apapun bukanlah solusi, melainkan  penundaan tidak berarti yang akan menimbulkan “Cost of Inaction”. Cost of  Inaction ini menyebabkan hilangnya peluang, kerusakan yang lebih besar,  hingga biaya tambahan yang terlalu tinggi untuk ditangani. Meskipun generasi  saat ini belum merasakan dampak dari climate change secara signifikan, namun  ini akan menempatkan beban yang luar biasa pada generasi di masa mendatang.

B. PENGUNGKAPAN EMISI GAS RUMAH KACA  

WBCSD 2005, The Cement Sustainability Progress Report, World Business  Council for Sustainable Development, Geneva, menyatakan bahwa produksi  karbon global berasal dari 

A. Heat and power: 35% 

B. Transportation: 24% 

C. Manufacturing (exc. Cement): 17% 

D. Other Section: 14% 

E. Energy Industry: 5% 

F. Cement: 5% 

GRI (Global Reporting Initiative), organisasi internasional independen  yang membantu dunia usaha dan organisasi lain mengambil tanggung jawab  atas dampak yang mereka timbulkan, dengan menyediakan bahasa umum  global untuk mengkomunikasikan dampak tersebut. Dalam GRI tahun 2021,  pengungkapan emisi GRK terbagi menjadi tiga jenis cakupan yaitu 

1. Scope 1: Direct Greenhouse Gas Emission  

Emisi GRK (Cakupan 1)-langsung berasal dari sumber yang  dimiliki dan dikendalikan oleh suatu organisasi. Seperti 

Pembangkit listrik, pemanasan, pendinginan, dan uap yang dihasilkan  dari pembakaran bahan bakar dalam sumber tidak bergerak seperti  boiler, tungku, dan turbin, serta proses pembakaran lain seperti  pembakaran gas suar. 

Pengolahan fisik atau kimia, hasil produksi atau pengolahan bahan  kimia serta berbagai material seperti semen, baja, aluminium,  ammonia, dan pengolahan limbah 

Transportasi material, produk limbah, pekerja, dan penumpang yang  dihasilkan dari pembakaran bahan bakar pada sumber pembakaran  bergerak seperti truk, kereta api, kapal, pesawat, mobil, bus.  

Emisi Fugitif yang tidak dikendalikan secara fisik tetapi sebagai hasil  pelepasan GRK sengaja dan tidak sengaja seperti kebocoran  sambungan segel, kemasan, dan gaskel: emisi metana (misalnya dari  tambang batu bara) dan ventilasi, emisi HFC dari lemari pendingin  dan peralatan pendingin udara: serta kebocoran metana (misalnya dari  transportasi gas). 

Metodologi yang digunakan untuk menghitung emisi GRK  (Cakupan 1) langsung: 

Pengukuran langsung sumber energi yang dikonsumsi (batu bara, gas)  atau kerugian (pengisian kembali) dari sistem pendinginan dan  konversi ke GRK (setara CO₂); 

Penghitungan keseimbangan massa;

Penghitungan berdasarkan data khusus lokasi, seperti untuk analisis  komposisi bahan bakar; 

Penghitungan berdasarkan kriteria yang dipublikasikan, seperti faktor  emisi dan nilai GWP 

Pengukuran langsung emisi GRK, seperti analisis daring terus menerus; 

Estimasi. 

2. Scope 2: Greenhouse Gas Emission from Imports of Electricity, Heat, or  Steam 

Emisi energi GRK (Cakupan 2) tidak langsung meliputi, tetapi  tidak terbatas pada, emisi CO, yang timbul dari listrik, pemanasan,  pendinginan, dan tenaga uap yang dibeli atau didapatkan yang dikonsumsi  oleh organisasi. Bagi banyak organisasi, emisi energi GRK (Cakupan 2)  tidak langsung yang dihasilkan dari pembangkitan listrik yang dibeli bisa  jauh lebih besar daripada emisi GRK (Cakupan 1) langsung. 

3. Scope 3: Other Indirect Greenhouse Gas Emission 

Emisi GRK (Cakupan 3) tidak langsung lainnya merupakan konsekuensi dari kegiatan organisasi, tetapi muncul dari sumber yang tidak  dimiliki atau dikendalikan oleh organisasi. Emisi GRK (Cakupan 3) tidak  langsung lainnya termasuk emisi hulu dan hilir. Beberapa contoh kegiatan  Cakupan 3 termasuk mengekstraksi dan memproduksi material yang  dibeli; mengangkut bahan bakar yang dibeli pada kendaraan yang tidak  dimiliki atau dikendalikan oleh organisasi; dan penggunaan akhir produk  dan jasa. 

Kategori dan kegiatan hulu dan hilir dari 'Standar Akuntansi dan  Pelaporan Rantai Nilai Perusahaan Protokol GRK'  

Kategori hulu 

1. Barang dan jasa yang dibeli 

2. Barang modal 

3. Aktivitas terkait bahan bakar dan energi (tidak tercakup dalam  Cakupan 1 atau Cakupan 2) 

4. Distribusi dan transportasi hulu 

5. Limbah yang dihasilkan dalam operasi 

6. Perjalanan bisnis 

7. Pulang pergi karyawan 

8. Aset yang disewa di hulu 

Hulu lainnya 

Kategori hilir 

1. Distribusi dan transportasi hilir 

2. Pengolahan produk terjual

3. Penggunaan produk terjual 

4. Penanganan pada akhir masa pakai produk terjual 

5. Aset disewa di hilir 

6. Waralaba 

7. Investasi 

i. Hilir lainnya 

C. ISTILAH DALAM CLIMATE CHANGE 

Terdapat 2 istilah yang saling berkaitan erat dalam climate change yaitu  mitigasi dan adaptasi sebagai strategi yang digunakan dalam mengatasi  perubahan iklim, 

1. Mitigasi Climate Change 

Mitigasi merupakan penurunan atau pengurangan emisi karbon,  yang menjadi penyebab utama climate change, berdasarkan target tertentu  pada sektor terpilih (OECD, 2008). Program mitigasi climate change mempunyai hubungan erat dengan sektor kehutanan dan energi, dan kemungkinan juga terkait dengan sektor yang lain seperti pertanian,  transportasi dan industri. Contoh program mitigasi climate change yaitu  rehabilitasi hutan sehingga dapat membantu penyerapan karbon oleh alam.  2. Adaptasi Climate Change 

Adaptasi merupakan upaya untuk mengurangi dampak yang  mungkin muncul akibat climate change (OECD, 2016). Program adapatasi  melakukan penguatan fasilitas infrastruktur masyarakat untuk meredam  dampak perubahahan iklim. Contoh program adaptasi climate change 

yaitu memperbaiki drainase sebagai antisipasi terjadinya banjir. 

D. CLIMATE CHANGE REGULATION 

Negara dapat menggunakan berbagai instrumen kebijakan untuk  menurunkan emisi negara dan pada akhirnya beralih dari ekonomi berbasis  bahan bakar fosil ke ekonomi rendah karbon (fossil fuel-based to low-carbon  economy). Untuk mencapai environmental excellence, diperlukan command and control (regulatory approaches) dan market instruments seperti perpajakan  dan insentif. Salah satu regulasi yang telah diberlakukan di Indonesia yaitu  carbon tax, yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi  Peraturan Perpajakan. 

Carbon tax mungkin merupakan solusi meskipun tidak sempurna.  Carbon tax merupakan pajak yang dikenakan pada kandungan karbon bahan  bakar fosil yang didasarkan pada gagasan bahwa charging polluters berdasarkan pada seberapa banyak mereka mencemari akan mengakibatkan  perubahan perilaku menuju praktik yang lebih hijau. Pajak yang dikenakan 

pada bahan bakar fosil, dikenakan dengan tujuan untuk mengurangi emisi  karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya. Sebagian besar carbon tax berbentuk cukai, baik sebagai sumber penerimaan umum maupun dialokasikan  untuk tujuan tertentu. Misalnya, cukai atas minyak mentah dan produk minyak  untuk mengatasi kerusakan dari tumpahan minyak bumi (IBFD International  Tax Glossary, 2015). 

Carbon tax dikenakan dengan tujuan untuk mengubah perilaku pelaku  ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon,  mendukung target penurunan emisi gas rumah kaca dalam jangka menengah  dan panjang, serta mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi,  dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan. Carbon  tax akan mengurangi emisi gas rumah kaca dari sumber emisi serta penerimaan  carbon tax tersebut dapat dimanfaatkan untuk penambahan dana  pembangunan, adaptasi dan mitigasi climate change, investasi ramah  lingkungan, dan mendukung masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk  bantuan sosial. 

REVIEW MATERI GREENFLATION 

Nama : Anastasia Ruth Wuysan  

NIM : A031221115 

Program Studi: Akuntansi 

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis 

Universitas : Universitas Hasanuddin\ 

Pemateri : Palti Ferdrico TH Siahaan, SE., Ak., M.Ak., CPA 

Greenflation merupakan lonjakan harga bahan mentah dan energi yang  disebabkan oleh kebijakan transisi energi hijau. Proses transisi dari energi fosil ke  energi bersih membutuhkan investasi yang sangat besar dalam infrastruktur baru,  kapasitas pembangkitan energi terbarukan, dan teknologi pendukung lainnya. 

Moving Faster Along the Road to Decarbonization 

Setelah COP26 Climate Change Conference di Glasgow, International  Energy Agency memperbarui skenario emisi CO2 dengan mempertimbangkan janji  negara terbaru. Meskipun penurunan emisi yang terjadi saat ini lebih tajam namun,  dunia masih jauh dari skenario nol emisi bersih yang diimpikan pada tahun 2050. 

The Stated Policies Scenario (STEPS) hanya memperhitungkan kebijakan  spesifik yang sudah ada atau diumumkan oleh pemerintah. Emisi CO2 tahunan  terkait energi dan proses industri meningkat dari 34 Gt pada tahun 2020  menjadi 36 Gt pada tahun 2030 dan tetap pada tingkat ini hingga tahun 2050.

The Announced Pledges Case (APC) mengasumsikan bahwa semua janji  nasioanal net zero yang diumumkan tercapai dan tepat waktu, terlepas dari  apakah janji tersebut saat ini didukung oleh kebijakan tertentu atau tidak. Emisi  CO2 global terkait energi dan proses industri turun menjadi 30 Gt pada tahun  2030 dan 22 Gt pada tahun 2050. 

APC with COP26 menyatakan bahwa konsumsi bahan bakar fosil akan  mencapai puncak pada tahun 2025 sebelum menurun. Jika semua kebijakan  yang diumumkan sebelum COP26 diterapkan, emisi CO2 akan berkurang  sebesar 40% pada tahun 2050 

Net Zero Emissions, emisi CO2 terkait energi dan proses industri global turun  hampir 40% antara tahun 2020 dan 2030 dan menjadi net zero pada tahun 2050.  Akses universal terhadap energi berkelanjutan tercapai pada tahun 2030. Tahun  2023, terdapat pengurangan emisi metana dari penggunaan bahan bakar fosil  sebesar 75%, permintaan batu bara turun sebesar 90% menjadi kurang dari 600  Mtce pada tahun 2050, minyak menurun sebesar 75% menjadi 24 juta ton/hari,  dan gas alam turun sebesar 55% menjadi 1.750 bcm. 

Climate Action Tracker (CAT) menunjukkan bahwa janji-janji yang ada saat  ini untuk tahun 2030 tidak akan menghasilkan pengurangan emisi yang diperlukan  untuk menurunkan pemanasan jangka panjang, sehingga akan menyebabkan  pemanasan sebesar 2,4oC jika tidak dilakukan revisi lebih lanjut. 

There Will Be Metal Price Shocks:  

Pasokan energi terbarukan dan biomassa perlu ditingkatkan untuk  memenuhi kebutuhan energi primer global, dan arah menuju dekarbonisasi akan  membawa peningkatan tajam dalam permintaan logam, termasuk tembaga, nikel,  kobalt, dan litium, yang digunakan secara intensif dalam listrik ramah lingkungan  dan penyimpanan Listrik. Jadi, guncangan harga logam disebabkan oleh tingginya  permintaan bahan baku untuk teknologi hijau seperti tembaga, lithium, dan nikel yang menjadi kontributor utama greenflation

Capital Investment in Energy Rises from 2.5% of GDP in recent years to 4.5% by  2030 

Investasi yang lebih besar dalam teknologi hijau dapat membantu  menurunkan biaya jangka panjang dan membuat transisi lebih terjangkau. 

There Will Also Be Energy-Cost Shocks 

Mengingat kecanggihan teknologi, mungkin harus ada peralihan ke energi  alternatif non-karbon yang lebih mahal, untuk jangka waktu yang lama, jika ingin  menggantikan bahan bakar fosil konvensional. Transisi ke energi terbarukan  mungkin saja memerlukan peningkatan biaya di awal, sementara infrastruktur baru  dibangun dan teknologinya menjadi lebih efisien.

Greening the Economy Will Also Need More Public Spending and Redistribution  Policies 

Intervensi kebijakan memiliki konsekuensi dimana sekitar ¼ perusahaan  akan menanggung biaya yang lebih tinggi akibat penetapan harga karbon selama  tiga tahun ke depan, dengan sektor energi, material, dan industri yang paling terkena  dampaknya. Banyak perusahaan akan menghadapi jenis biaya lain karena  melakukan tindakan ramah lingkungan. Hasil analis memperkirakan transisi rendah  karbon akan meningkatkan biaya operasional perusahaan selama tiga tahun ke  depan, sementara 60 persen meyakini transisi rendah karbon akan meningkatkan  belanja modal.  

Kebijakan seperti subsidi, program pelatihan, dan jaring pengaman sosial  dapat membantu meringankan beban masyarakat terdampak dan memastikan  transisi yang adil.